Pelopor Kosmetik Indonesia




Sha Mantha

                      


                                                  

Sebuah kediaman bercat hijau muda dengan bangunan tembok tua arsitektur jawa kuno, terlihat sederhana dan masih terawat dengan baik. 

Di teras depan, kursi yang terbuat dari kayu rotan berjajar rapi dan ditengahnya terdapat  meja besi kuno, tercipta nuansa rumah ditengah diperkampungan jawa modern era penjajahan Belanda.

“Rumah ini memang masih disekitar area dalam tembok keraton Surakarta namun sebenarnya bukan termasuk wilayah tanah milik keraton.” Ungkap Riri mulai membuka pembicaraannya.

Setiap sisi rumah dipagari tembok kokoh bercat putih yang mengelilingi rumah tersebut dan halaman berbatu-batu yang ditanami bunga bougenvile warna purple bermekaran,hembusan  angin sore mulai membawa rasa teduh diteras rumah kuno tersebut. 

Riri yang merupakan cucu si pemilik rumah duduk santai sambil sesekali mempersilahkan penulis untuk minum, disela-sela menceritakan sepenggal sejarah leluhur yang sangat dihormatinya tersebut. 

Riri menuturkan  silsilah awal mula dikembangkannya ilmu kecantikan warisan leluhur milik Keraton Surakarta, sebelum dibawa keluar serta diperkenalkan kemasyarakat luas, diluar wilayah keputren keraton Surakarta. 

Hingga sampai pada akhirnya, terciptalah menjadi sebentuk produk kosmetik yang bisa lebih mudah dipergunakan serta tersedia dalam berbagai macam kemasan sebagai aneka produk perawatan serta kecantikan wanita mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut.

Semua itu pada awal mulanya berasal dari racikan serta ramuan tradisional yang dibuat atau diproses dengan menggunakan alat-alat sederhana khas milik Eyang Luksminto Rukmi yang masih dijaga hingga saat ini sebagai sejarah abadi serta tonggak awal resep-resep perawatan kecantikan bagi wanita Indonesia.

Ramuan warisan tersebut akhirnya dikembangkan oleh penemu produk-produk kosmetik kecantikan dan kesehatan di Indonesia, seperti ibu BRA Moeryati Soedibyo dan ibu Martha Tilaar yang merupakan murid dari Eyang Luksminto Rukmi. 

Sebagaimana diketahui oleh seluruh masyarakat di Indonesia, bahwasannya srikandi-srikandi tersebutlah yang telah mengusung citra kecantikan nusantara serta memperkenalkannya hingga ke luar negeri. 

Ibu Moeryati Soedibyo dan Ibu Martha Tilaar adalah srikandi-srikandi tangguh yang mampu menciptakan produk-produk kosmetik dengan menggunakan metode-metode modern serta berkelas Internasional dan tidak diragukan lagi kualitas brand dari produk kecantikan yang telah mereka buat dan kembangkan sedemikian rupa tersebut.

Yang membedakan dari kedua brand produk kecantikan ternama tersebut, adalah tekhnik memperkenalkannya di khalayak masyarakat umum Indonesia dan mancanegara, sesuai dengan metode atau pembawaan dasar dari kedua srikandi kebanggaan bangsa Indonesia ini. 

Sebagaimana diketahui, bahwa ibu MBA Moeryati Soedibyo merupakan seorang putri keraton yang lahir dari seorang permaisuri Raja Kasunanan Surakarta yang ke X dan merupakan pewaris dari ilmu kecantikan milik keputren di lingkup keraton, sehingga ciri khas dari ibu MBA Moeryati Soedibyo didalam memperagakan perawatan kecantikan kulit mulai dari wajah,rambut, juga perawatan kulit dan kesehatan  tubuh. 

Tidak pernah sejengkalpun meninggalkan tradisi serta kebiasaan daripada putri-putri didalam lingkup tembok keraton yang tergambar dengan sangat telaten,hati-hati serta cermat didalam menguraikan tata cara serta etika didalam merias diri. 

Sementara ibu Martha Tilaar terus mengembangkan ilmu serta tekhnik kecantikan dengan membuka lembaga pendidikan dibidang ilmu kecantikan mulai dari sekolah rambut, sekolah perawatan kecantikan kuku, sekolah kecantikan kulit, program pendidikan  make up artist, serta fashion di seluruh Indonesia dan mancanegara. 

Dengan tenaga pengajar profesional serta sangat berpengalaman dibidangnya baik dari Indonesia maupun tenaga-tenaga pengajar dari luar. 

Masih menurut penuturuan Riri, pada masa pemerintahan serta kekuasaan Kasunanan Surakarta ke X. 

Sinuwun begitu Riri menyebutkan memiliki istri lebih dari satu yaitu permaisuri serta beberapa istri pendamping atau yang biasa disebut dengan selir yang jumlahnya mencapai puluhan. 

Sinuwun sangat menyukai permaisuri serta para selir-selirnya yang rajin melakukan perawatan kecantikan dan kesehatan, mulai dari perawatan rambut, kulit wajah serta tubuh dengan selalu menjaga kebiasaan etika,sikap kelembutan serta ketulusan juga didalam berpenampilan yang selalu menarik. 

Memiliki kecantikan luar dan kecantikan dari dalam.   

Selain itu, merawat kecantikan adalah bagian dari tradisi para wanita Jawa ningrat di dalam lingkup keputren yang telah dilakukan secara turun temurun,baik dengan meminum ramu-ramuan yang berasal dari akar-akaran serta tumbuh-tumbuhan alami sebagai bentuk perawatan serta menjaga kebugaran tubuh dan kesegaran kulit. 

Eyang Luksminto Rukmi merupakan seorang puteri bangsawan keturunan dari istana mangkunegaran yang kemudian dipersunting oleh Kasunanan Hadiningrat ke X dan dijadikan sebagai  selir yang ke 40. 

Meskipun Eyang Luksminto Rukmi adalah selir yang ke 40, namun sang Raja sangat menyayangi bahkan mengasihinya, karena ketulusan hatinya didalam melayani serta mencintai sang Raja. 

Karena latar belakang Eyang Luksminto Rukmi yang berasal dari keturunan ningrat serta keluarga terpandang, sudah pasti harta serta kekayaan, bukanlah tujuan utama yang membuatnya bahagia, melainkan cinta kasih dan pengakuan sebagai istri yang layak untuk mendapatkan hak-hak sepenuhnya, ketika beliau dipersunting oleh penguasa di wilayah Surakarta pada masa itu. 

Eyang Luksminto Rukmi memiliki sifat yang rajin dan sangat telaten, tidak ada rasa malas didalam dirinya dengan belajar serta mempelajari tradisi didalam wilayah dalam keputren. 

Setiap ramuan serta bahan-bahan kecantikan diraciknya sendiri dengan menggunakan alat-alat sederhana miliknya serta diolahnya dengan menggunakan metode sederhana. 

Hingga sampai pada saat masa kekuasaan pemerintahan Kasunanan ke X runtuh, akibat kudeta yang dilakukan oleh sang adik yang berasal dari keturunan ke IX dan menjual semua aset-aset milik keluarga di dalam lingkup Keraton kepada Belanda. 

Tidak lama setelah peristiwa tersebut, Kasunanan ke X pun akhirnya mangkat. 

Sementara itu Eyang Luksminto Rukmi dipaksa keluar dari istana serta dinikahkan dengan seorang lurah di daerah wonogiri jawa tengah wilayah selatan Karisidenan Surakarta. 

Karena rasa cinta yang teramat dalam terhadap Kasunanan ke X yang begitu besar, Eyang Luksminto Rukmi tidak mampu lagi meneruskan pernikahan yang dijalaninya bersama lurah Wonogiri tersebut, terlebih lagi  perlakuan serta penghormatan kerap kali tidak diperolehnya dari lurah tersebut dan diperlakukan secara sewenang-wenang meskipun dirinya telah melayani dengan baik. 

Sampai kemudian Eyang Luksminto Rukmi memutuskan untuk pergi meninggalkan lurah tersebut begitu saja beserta seluruh barang-barang pribadi miliknya dirumah pribadi lurah yang dinikahkan dengannya didaerah Wonogiri. 

Eyang Luksminto Rukmi memutuskan kembali ke Solo dan tinggal di luar lingkungan tembok keraton Surakarta, dengan tidak menikah lagi dan memelihara warisan dari Kasunanan ke X. 

Yaitu menjaga warisan serta khasanah ilmu kecantikan milik keputren di istana atau keraton surakarta yang telah diamanahkan oleh kasunanan ke X kepadanya hingga dirinya tutup usia. sha 

Sumber; Riri Mangkunegaran Solo

Photo Taken By; Anom 
               

 

Comments