PERSAMAAN GENDER PICU PERCERAIAN


























Sha Mantha



Pernikahan dan perceraian, seperti dua buah tali simpul yang erat kuat saling berkaitan.

Seperti layaknya tangan kanan dan tangan kiri, dimana keduanya bisa menjadi pasangan serta melengkapi dikedua sisi. Atau bisa pula diibaratkan menikah sebagai jalan masuk menuju pintu gerbang sedangkan perceraian adalah jalan menuju pintu keluarnya.  

Sebagai  suku bangsa timur, sejak dari Jaman leluhur nenek moyang sampai saat ini. Wanita timur utamanya masyarakat Indonesia. 

Sangat mengagungkan pernikahan sebagai simbol kemapanan serta tertatanya masa depan antara wanita dan pria yang membentuk sebuah hubungan serius yaitu menikah terutama dalam memutuskan untuk berketurunan, serta membesarkan keturunan mereka secara bersama-sama didalam lingkungan pernikahan.

Disatu sisi, wanita di suku bangsa timur, akan lebih dihormati serta disegani apabila dirinya menikah dan berkeluarga atau memiliki suami. 

Dimana kaum pria / kaum laki-laki memilik kodrat alami serta semestinya menjaga serta melindungi wanita sebagai tanggung jawabnya didalam kehidupan sosial dan bermasyarakat. 

Dengan menjadikannya sebagai kepala keluarga. 

Seiring kemajuan Jaman serta terus berkembangnya pola pandang antara kaum pria ataupun wanita yang telah terikat dalam ikatan tali pernikahan. 

Persamaan hak ataupun persamaan tanggung jawab didalam sebuah kehidupan rumah tangga , mendapatkan porsi yang setara / seimbang didalam memikul serta bersama-sama untuk saling menopang didalam sisi kehidupannya. 

Dengan memberikan kebebasan kepada wanita atau istri untuk bekerja dan lebih banyak berada di luar rumah, dimana pada peradaban yang lampau, peraturan awal  dalam sebuah kehidupan rumah tangga, hanya kaum laki-laki atau suami sajalah yang mutlak mengemban tugas serta tanggung jawab dalam mencari nafkah dan bekerja.

Emansipasi wanita atau tuntutan untuk mendapatkan persamaan gender serta hak wanita baik didalam lingkungan kecil kehidupan rumah tangga, lambat laun mulai berkembang, meningkat hingga didalam lingkungan pekerjaan. 

Tidak ada yang salah dengan persamaan tanggung jawab serta tugas-tugas pekerjaan atau karier tersebut . 

Yang justru kian menjadikan banyak kaum wanita menjadi lebih tangguh bahkan melampaui para laki-laki disemua bidang serta sisi kehidupan. 

Namun, seringkali ada kealpaan yang kurang banyak disadari oleh kaum wanita, jika ada hal-hal serta batasan-batasan yang secara kodrat alamiah tidak bisa dilakukannya.

Membuat para wanita menjadi  memaksakan diri untuk mendapatkan persamaan gender tersebut di ruang kehidupan dunia kerja yang dilakoninya. 

Sehingga, ketika dihadapkan pada resiko yang mesti dihadapi justru tidak konsisten dan kompeten dengan segala sesuatunya lalu bersembunyi dengan berlindung, mengatas namakan dirinya hanya seorang wanita.

Hal tersebut  justru menjadi masalah untuk diri sendiri, karena akibat terlalu sibuk bekerja dikantor bahkan sering keluar kota jarang berada dirumah, semua waktu hanya untuk mengurusi pekerjaan saja, mengabaikan tugas-tugas utama seperti mengurus rumah,mengurus suami,mengurus anak.   

Maka secara otomatis kehidupan yang nyata dijalani didalam kenyamanan berkeluarga tidak nampak keharmonisannya. 

Sedangkan tujuan awal dari bekerja tentunya untuk kebahagiaan bersama-sama dengan anak serta suami, yang justru menciderai perasaan anak serta suami yang terabaikan kebutuhan kasih sayang serta perhatiannya dan lain-lainnya terlebih komunikasi yang nyaris jarang dilakukan secara terbuka didalam rumah.

Keadaan tersebut pada akhirnya justru membelenggu wanita atau para ibu rumah tangga yang bekerja, kedalam lingkaran mimpi buruk pernikahan serta kehidupan rumah tangga. 

Yang kerapkali berakhir pada perceraian. 

Sedangkan keseimbangan dari pola wanita timur yang sebenarnya adalah menjadikan wanita sebagai sosok ratu didalam rumah tangga yang sangat dibutuhkan oleh suami serta anak, ibarat istri adalah leher dan suami adalah kepala keluarganya. Kemana kepala menoleh dan leher yang akan mengikuti, yang sejatinya tanpa leher kepala tentu tidak akan pernah ada.  

Sementara wanita modern dengan pola pandang terbuka, gaya hidup mandiri, yang telah aman secara finacial,  cenderung memilih untuk  hidup sendiri serta terbebas dari ikatan pernikahan dan mulai berangsur-angsur berani menunjukkan penolakan adat serta kebiasaan di kehidupan sosial dan bermasyarakat.

Seiring waktu, peradaban barat justru telah menjadi budaya nyata didalam peradaban timur, dimana wanita tidak selalu harus menikah serta berketurunan sesuai dengan tradisi dan peraturan-peraturan yang ada. sha 

 

Sumber; Mahkamah Agung Indonesia

Photo Taken By; Sohan Riyanto 


Comments