Lembah Baliem |
Tiap daerah di Indonesia memiliki sisi menarik serta keunikannya sendiri, sebagai ciri khas dari daerah disuku setempat serta menjadi satu bagian dari budaya itu sendiri.
Papua menjadi sorotan publik dan dunia akhir-akhir ini terlebih berbagai konflik yang banyak terjadi di wilayah Papua saat ini.
Hukum adat yang kuat seakan menggambarkan Papua sebagai salah satu kota dengan karakter penduduk setempat yang keras serta sulit untuk disentuh oleh orang diluar dari daerah tersebut.
Namun tidak begitu pada kenyataannya, dimana keramahan dari penduduk setempat sangat nyata terlihat dengan memberikan penyambutan khusus pada semua tamu penting mereka yang datang berkunjung kedesa-desa disuku pedalaman tersebut. Dengan melakukan upacara penyambutan bakar batu.
Papua adalah bentuk berbeda di wilayah Indonesia, dengan suku pedalamannya.
Satu suku yang sangat populer di dunia bernama suku Dani.
Suku yang menggambarkan kehidupan sekelompok orang di sebuah desa, dan menjadi satu bagian teristimewa di Indonesia sampai saat ini.
Tradisi mereka masih sangat kuat terjaga serta dilindungi sebagai ciri khas dari Papua itu sendiri.
Suku pedalaman yang
terlihatnya seperti terasing dari hingar bingar kehidupan serta peradaban
modern namun begitu menikmati kehidupan mereka tanpa ingin menyentuh segala
macam bentuk pembaruan dan kehidupan modern yang ada ditawarkan.
Suku Dani memiliki tradisi adat penting untuk menyambut waktu-waktu perayaan tertentu sebagai bentuk rasa syukur mereka dan ajang untuk saling bersilaturahmi dengan mengumpulkan sanak keluarga juga kerabat menyambut kebahagiaan seperti kelahiran, perkawinan adat, penobatan kepala suku atau untuk mengumpulkan prajurit perang.
Tradisi bakar batu sendiri tidak hanya dilakukan oleh suku pedalaman dilembah / pegunungan Baliem saja, tetapi juga umum dilakukan di Pegunungan Panial, Pegunungan Nabire, Pegunungan Tengah, Pegunungan Bintang, Pegunungan Jayawijaya, Pegunungan Dekai dan pegunungan Yakuhimo.
Bakar batu sendiri merupakan adat memasak khusus bagi para wanita di suku tersebut dengan membakar batu hingga panas membara, Batu-batu tersebut sebelumnya dibakar diatas perapian hingga kayu yang digunakan untuk membakar habis terbakar sehingga batu menjadi panas bahkan berubah merah membara. Bersamaan dengan itu, warga yang lain menggali lubang yang cukup dalam.
Kemudian bara batu yang panas tersebut dimasukkan kedasar lubang yang telah diberi alas daun pisang serta alang-alang.
Diatas bara batu panas tersebut kemudian ditumpuk lagi dengan daun pisang baru kemudian diatasnya diletakkan makanan yang akan dimasak berupa daging babi yang sudah dipotong-potong kemudian ditutup kembali dengan menggunakan daun pisang dan bara batu panas serta ditutup kembali dengan menggunakan daun pisang.
Keunikan lain yang menjadi syarat memasak tersebut adalah, Babi yang akan dimasak tidak langsung disembelih melainkan dipanah terlebih dahulu.
Hal tersebut untuk menjadikan tanda bahwa pesta bakalan sukses berjalan lancar atau tidak apabila babi saat dipanah tidak langsung mati yang menandakan pesta yang akan dibuat tidak akan berjalan lancar.
Demikian sebaliknya, apabila babi yang dipanas langsung mati, yang menandakan pesta yang digelar akan berlangsung dengan lancar.
Sementara diatas daun
pisang tersebut diletakkan daun ubi jalar ( batase ), singkong ( hipere ) serta
berbagai jenis sayur-sayuran lainnya dan kesemua bahan makanan tersebut dimasak
selama 1 jam.
Setelah
matang, semua anggota suku berkumpul dan membagikan makanan untuk dimakan
bersama ditengah lapangan desa guna mengangkat solidaritas dan kebersamaan
rakyat Papua. Sha
Oleh Berbagai
Sumber
Photo Taken By; Kristupa
Saragih/Fotografer Net Indonesia
Comments
Post a Comment