Galeri Kiesya Batik





Kiesya Batik




Batik adalah sebuah bentuk seni diatas kain dengan menggunakan lilin  ( malam / bekas perasan madu ). 

Batik / mbatik ( bahasa Jawa Menulis ) yang dilakukan dengan tangan pada selembar kain dengan konsekuensi motif juga pola, perlahan berkembang menjadi trend Fashion dunia. 

Serta mengalami perubahan dimana pada mulanya sangat lekat pada masyarakat Jawa yang lebih dulu menekankan batik sebagai bentuk ciri khas tersendiri khususnya kota Solo dan tidak memiliki kemiripan dengan batik dari daerah manapun. 

Tekhnik pembuatan batik tulis Solo dengan cara mencelup menggunakan bahan-bahan zat pewarna alami seperti daun jati untuk warna merah, atau buah mengkudu serta kulit kayu untuk menghasilkan warna-warna tertentu menjadi pilihan utama pada awal permulaan pembuatan batik itu sendiri. 

Satu batik sendiri memerlukan waktu pembuatan yang cukup lama bisa 1- 2 minggu tergantung coraknya. Bahan utama yang digunakan sebagai penutup dalam proses membatik selain lilin lebah madu juga dicampur dengan buah / biji damar mata kucing sebagai bahan utamanya.

Menurut Didik yang keluarganya sudah menekuni bisnis pembuatan batik sejak tahun 1940 menjelaskan. Batik tulis motif parang justru tidak membutuhkan waktu lama di proses pembuatannya.

“Satu hari saja sudah cukup untuk menghasilkan batik yang diinginkan.” Jelasnya

“Batik tulis parang adalah jenis corak serta motif batik tulis yang sebenarnya hanya dikenakan oleh raja saja, sementara proses membatik untuk motif pengantin memang butuh proses lama bisa 1-2 minggu karena pengantin itu kan ada sepasang, jadi dibuatnya juga mesti sama dengan gambar pola yang sangat rumit.” Ungkapnya menambahkan 

“Semakin lama tahun pembuatannya juga semakin mahal harganya.” terang Erna pelaku bisnis dan pemilik galeri khusus yang menyediakan berbagai jenis batik tulis Solo yang akhir-akhir ini cukup kewalahan menanggapi permintaan, khususnya para kolektor batik tulis keluaran tahun 1920. 

 “Jenis batik tulis yang dibuat pada tahun 1920 tersebut merupakan batik yang dibuat pada masa penjajahan Jepang."

"Masa-masa paling sulit dinegara kita saat itu, dimana kondisi masyarakat kita begitu tertekan dengan sistem kerja paksa yang dilakukan oleh para tentara Jepang yang tidak segan-segan merampas serta mengambil paksa semua yang dihasilkan oleh masyarakat di Indonesia pada waktu itu.” Terangnya menjelaskan 

Harganya mahal bisa nyampe Rp. 15.000.000,00 per potongnya, meskipun kondisi kain sudah rusak dan bolong-bolong karena dimakan rayappun para kolektor tersebut bersedia membelinya.” Terang Didik pelaku bisnis pembuat batik rumahan tersebut menerangkan. 

Namun demikian, hal tersebut tidak begitu saja dengan mudah dilepaskannya batik-batik yang dibuat oleh keluarganya kepada kolektoir yang begitu giat mencarinya.  

Erna sendiri cenderung lebih melayani permintaan pasar dengan membuat fashion yang dijahitnya sendiri dengan bahan batik tulis yang umum saat ini ditawarkan sebagai kebutuhan dasar masyarakat luas di Indonesia. 

Dengan membuka galeri khusus batik Solo dikediamannya yang berada di daerah Laweyan Surakarta. 

“Kalau saya cenderung membuat fashion khusus untuk seragam kantor, seragam sekolah dan fashion komersil harian saja, bahan yang saya pergunakan juga variatif bukan hanya terpaku pada jenis batik tulis saja, melainkan juga batik cap buatan pabrik dengan jumlah yang masih terbatas menyesuaikan kemampuan SDM saya yang masih terbatas sebagai  pelaku pemula bisnis usaha kecil.” Imbuhnya menerangkan. 

Wanita berusia 44 tahun ibu dari dua orang putra dan putri tersebut pada awalnya justru tidak begitu interest dengan batik yang semula memang sangat monoton dan hanya dikenakan oleh orang tua-tua saja. 

Seiring waktu perkembangan trend fashion yang kian maju justru mengalihkan perhatiannya dengan memilih batik sebagai bidang usaha yang banyak mendatangkan berkah tersendiri bagi keluarganya hingga saat ini. 

“Saya masih belajar banyak dengan mengkaji tentang batik dari sesepuh-sesepuh di Kota Solo, kadang saya juga berkunjung ke museum batik milik Danar Hadi Solo untuk menambah wawasan saya tentang nilai budaya leluhur yang saya bawa sekarang sebagai ladang serta mata pencaharian saya saat ini.” terangnya 

Wanita dengan latar belakang S1 jurusan Geologi alumni Universitas Muhammadiyah Surakarta tersebut juga menambahkan, jika menekuni bidang usaha tersebut dilakukan justru bermula dari tuntutan kehidupan yang memintanya untuk realistis menyikapi keadaan. 

“Saya tidak bisa untuk idealis memilih-milih pekerjaan sesuai dengan latar belakang pendidikan yang saya sukai, fashion komersil dan batik justru membawa saya pada sisi lain dari pencarian jati diri, yang lambat laun menuntun saya bertemu dengan berbagai kelompok pelaku usaha kecil Juminten ( Jumpa Minum teh Dan Berwirausaha ) di Solo. 

Dari sini saya bergaul dengan banyak teman dan rata-rata adalah wanita yang datang dari berbagai latar belakang pendidikan seperti saya. 

Dari peluang usaha kecil ini saya mendapatkan rejeki dari banyak daerah di Indonesia seperi Jakarta, ,Makasar, Semarang,Papua, yang memesan seragam dan pakaian harian yang kesemuanya saya jahit sendiri bersama karyawan dirumah. Kalau untuk pesanan fashion minimal 4 hari bisa saya jahit 8 potong pakaian tergantung kerumitan. Ada juga pesanan seragam dari pabrik yang sudah menjadi langganan di galeri saya sejak 6 bulan pertama membuka galeri Kiesya Batik Solo.” Jelasnya 

Batik tulis yang ditawarkan di Galeri Kiesya Batik Solo memang relatif terjangkau, belum lagi pemberian harga khusus pada pelanggan-pelanggannya yang juga banyak berasal dari lingkup pergaulannya dengan teman-teman disekelilingnya. 

Selain itu, seiring kemajuan tekhnologi yang kian meringankan beban manusia. Erna pun memanfaatkan peluang tersebut dengan merambahkan bisnis usahanyanya didunia maya dengan berdagang secara online yang dikelolanya bersama rekannya tengku Inda, serta menyediakan berbagai macam produk perlengkapan kebutuhan mulai dari tas, sepatu, aksesoris, bahkan buah-buahan, beras dan segala macam kebutuhan lainnya. Sha

 

Photo Taken By; Poncow

 

 

Comments