Penggalan Warisan Pabrik Gula Gembongan Kartasura



Sha Mantha





Kartasura ( Kartosuro bahasa jawa ) merupakan kota kecil yang menjadi satu wilayah di kabupaten Sukoharjo Jawa tengah adalah satu bagian pecahan wilayah karisidenan Surakarta ( kota Solo ). 

Kartasura memiliki kelebihan lain di karisedenan Surakarta, meskipun hanya sebuah kota kecil namun ramai karena berada di satu titik strategis pertemuan jalan raya Semarang - Surakarta – Yogyakarta. 

Dan menjadi jalur penting transportasi ekonomi sejak dimasa lampaunya.  

Kartasura berdiri sejak era kerajaan Mataram Islam.

Sementara Kerajaan Mataram Islam pecah meninggalkan sisa peninggalan sejarah berupa tembok bekas Keraton Kartasura dan sebuah bangunan tua nan megah bekas pabrik gula Gembongan yang lebih familiar dikenal dengan sebutan pabrik gula Kartasura yang sangat digdaya dimasa lampaunya sebagai industri gula.

Dan saat ini menjadi cerminan ironi industri gula di Indonesia dewasa ini yang termakan oleh zaman.

Menurut Lijst van Ondernemingen van Nederlandsch Indie. 

Pabrik Gembongan Kartasura dikuasai oleh sebuah maskapai perkebunan bernama Kartasoera Cultuur Maatschappij ( 1914;206). 

Dan telah berdiri sejak tahun 1899 yang kemudian bermetamorfosis.

Pada Art Deco pada tahun 1920, guna memberi citra modern pada bangunan pabrik gula gembongan tersebut.Pada kenyataannya pabrik tersebut telah berulang kali berpindah kepemilikan hingga akhirnya mengalami kesulitan untuk dapat mengembalikan lagi masa-masa kejayaanya.  

Hingga perlahan-lahan beralih fungsi sebagai gudang penyimpanan tembakau yang kini lebih dikenal dengan pabrik Tembakau Gembongan Kartasura. Pabrik yang dulunya memiliki riwayat kehidupan serta dua masa, yakni masa Kolonial Belanda dan masa kemerdekaan Indonesia. 

Ciri bangunannya yang kokoh, tidak mampu diruntuhkan oleh bencana alam bahkan gempa bumi sekalipun yang justru meruntuhkan seluruh bangunan-bangunan baru yang tadinya dibangun disekitar pabrik tersebut pada persitiwa gempa bumi yang mengguncang wilayah Surakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2006 silam. 

Pabrik yang dimasa lalunya juga sudah terintegrasi dengan jalur kereta api didekatnya.

Sehingga gula yang dikemas dan ditimbun kedalam karung  memiliki gudang-gudang khusus tempat penyimpanan gula yang sudah diproduksi saat itu, dapat langsung dibawa kepasaran luar serta keseluruh penjuru negeri. 

Pembangunan pabrik gula tersebut juga sejak dulu sudah sangat diperhitungkan dengan baik oleh arsitek yang merancang ruang demi ruang mulai dari tempat pengolahan dan mesin-mesin berproduksi, juga lokomotif-lokomotif yang pada saat itu sudah memakai mesin diesel.

Sebagai satu bagian tekhnologi canggih dan dipergunakan untuk menarik rangkaian gerbong berisi tebu, hingga bungker-bungker khusus yang merupakan rongga  untuk menyerap panas dari perut bumi yang bertujuan agar hawa / suhu udara didalam ruangan pabrik pengolahan tebu dan gudang-gudang penyimpanan gula serta kantor-kantor yang berada didalam lokasi pabrik tersebut tidak terlalu panas yang disebabkan oleh mesin-mesin uap. 

Rumah-rumah bergaya Indis juga dibangun disepanjang jalan masuk pabrik dan disebelah barat pabrik serta ditempati oleh para pegawai beserta keluarganya, guna mengurangi waktu perjalanan dari tempat tinggal menuju ketempat kerja sehingga produktivitas dapat ditingkatkan.

Kedisiplinan dan kerja keras tersebutlah yang rupanya menjadi nilai lebih dari sistem kerja yang diterapkan oleh perusahaan yang juga memperkerjakan bangsa eropa serta etnis Tionghoa sebagai tenaga kerja penting didalam area perkantorannya selain juga mempekerjakan warga masyarakat dari suku Jawa sekitar sebagai pekerja buruh kasarnya. 

Yang sekilas tidak ada yang nampak berubah dari sistem pemerintah Indonesia yang saat ini telah mendengungkan kemerdekaannya, dengan masa Kolonial Pemerintahan Belanda saat itu. Sha 

 

Sumber;

List van Ondernemingen van Nederlandsch Indie. Batavia : Landsdrukkerij 1914

Photo Taken By; S Art Photography

                Lengkong Sanggar

           

 

Comments