Buddha-Hindu Bukti Satu Kesatuan Nusantara

Sha Mantha

Akar Budaya Indonesia utamanya pulau Jawa, dimulai dari bersandarnya kapal pelarian seorang ratu dari Thibet yang melarikan diri dari kejaran pasukan Kubilaikan Mongolia. 

Pasukan Mongolia memiliki keahlian dalam peperangan, tidak memiliki budaya khusus,suku bar-bar dan merupakan bangsa penjelajah yang gemar melakukan ekspedisi serta menguasai wilayah-wilayah baru sebagai daerah kekuasaannya. 

Selain itu juga , pasukan ratu dari daratan Cina tersebut rupanya juga tengah mengalami kekalahan perang dengan  Kerajaan Sriwijaya ( Indonesia Pertama ) yang melakukan perluasan kekuasaan hingga ke Asia Tenggara. 

Ratu Thibet sampai pada akhir pelariannya dengan bersandar diwilayah pantai utara Jawa Tengah tepatnya berada di daerah Keling Kabupaten Jepara, mendirikan sebuah kerajaan Ho-Ling atau Kalingga pada abad ke-5.

Petunjuk sesuai buku babad tanah Jawa. Yang dalam sejarah Tiongkok dikisahkan sebagai ratu Hsi-mo abad ke - 7 tahun masehi. 

Catatan dari zaman Dinasti Tan (618 M - 906 M) memberikan tentang keterangan Ho-ling sebagai berikut;

Ho-ling atau disebut Jawa terletak di Lautan Selatan. Di sebelah utaranya terletak Ta Hen La (Kamboja), di sebelah timurnya terletak Po-Li (Pulau Bali) dan di sebelah barat terletak Pulau Sumatera.

Ibukota Ho-ling dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari tonggak kayu.

Raja tinggal di suatu bangunan besar bertingkat, beratap daun palem, dan singgasananya terbuat dari gading.

Penduduk Kerajaan Ho-ling sudah pandai membuat minuman keras dari bunga kelapa.

Daerah Ho-ling menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak dan gading gajah.
Catatan dari sejarah China tersebut juga menyebutkan bahwa sejak tahun 674, rakyat Ho-ling diperintah oleh Ratu Hsi-mo (Shima).

Di sepanjang bekas persandaran ratu Hsi-mo tersebut, akhirnya mulai berdatangan bangsa-bangsa barat penjelajah lainnya setelah suku Mongolia yang juga dilengkapi dengan pasukan militer mereka  dimulai oleh Portuguese ( 1453–1515 ) , Inggris           ( 1579 ) VOC-Belanda abad ke- 17, dan Tentara Jepang (1942). Memasuki wilayah utara Jepara Jawa Tengah.

Tidak tercatat secara pasti bukti-bukti kedatangan dan berdirinya kerajaan Kalingga yang konon terkubur ke dalam tanah usai mengalami keruntuhan kekuasaannya dengan meninggalkan beberapa benda-benda berbahan tembikar bahkan terbuat dari emas dan porselin yang kerap muncul dipermukaan tanah sekitar area lokasi kerajaan tersebut berdiri, ditemukan oleh warga sekitar dan tidak sedikit pula yang jatuh ke tangan para kolektor benda antik sejak puluhan tahun silam. 

Serta jejak prasasti di lereng-lereng gunung muria berupa Candi dan situs bersejarah
Candi Angin yang ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.

Candi Bubrah yang ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.

Situs Puncak Sanga Likur Gunung Muria.

Di Puncak Rahtawu (Gunung Muria) dekat dengan Kecamatan Keling di sana terdapat empat arca batu, yaitu arca Batara Guru, Narada, Togog, dan Wisnu. Sampai sekarang belum ada yang bisa memastikan bagaimana mengangkut arca tersebut ke puncak tersebut mengingat medan yang begitu berat. 

Pada tahun 1990, di seputar puncak tersebut, Prof Gunadi dan empat orang tenaga stafnya dari Balai Arkeologi Nasional Yogyakarta (kini Balai Arkeologi Yogyakarta) menemukan Prasasti Rahtawun. 

Selain empat arca, di kawasan itu ada pula enam tempat pemujaan yang letaknya tersebar dari arah bawah hingga kepuncak.

Masing-masing diberi nama (pewayangan) Bambang Sakri, Abiyoso, Jonggring Saloko, Sekutrem, Pandu Dewonoto, dan Kamunoyoso. 

Ratu Shima sangat terkenal dengan sikap kepemimpinannya yang adil, karena sudah mencium gelagat pengejaran pasukan Kubilaikan yang terus mengincarnya.

Dengan menetapkan hukuman pancung, penggal, dan memotong anggota tubuh rakyatnya yang berani melakukan tindakan kejahatan apa saja dan menjadi peraturan khusus didalam kepemimpinannya saat itu.

 

 

 



Sha Mantha

Pasukan Kubilaikan mengejar dan mendarat dipesisir pantai utara Jepara Jawa Tengah dengan segenap strategi perang mereka dan bersiap menyerang wilayah kerajaan Kalingga dengan meletakkan puluhan kuda serta berkantung-kantung uang logam dan juga emas sebagai jebakan mereka di setiap sudut-sudut jalan setapak yang kerap dilalui oleh masyarakat setempat diwilayah tersebut. 

Selama 3 tahun lamanya pasukan Kubilaikan terus melakukan pengintaian dan bersiap menggempur wilayah tersebut namun kemudian berubah pikiran saat tidak ada satupun warga yang tergiur untuk mengambilnya. 

Kekaguman pasukan musuh dari Mongolia utusan panglima Kubilaikan terhadap sikap kejujuran dari dinasti kerajaan Kalingga yang tersohor sangat makmur dengan pertanian dan perdagangannya, ditunjukkan dengan menarik mundur seluruh pasukan mereka tatkala kegemparan terjadi didalam area Kerajaan. 

Sang Patih yang ditugaskan mengawal putra mahkota Ratu Shima, telah membuat laporan terhadap Ratu Shima, bahwa saat tengah melintasi jalan-jalan yang ditebari puluhan kantung berisi uang logam dan emas,  secara tidak sengaja kaki dan tangan kanan putra mahkota tersebut memungut dan memindahkannya ketepian jalan saat tengah melintas bersama pengawal-pengawalnya. 

Sang Ratu kemudian berang dengan memerintahkan pengawal dan algojonya untuk memotong tangan serta kaki dari putra kandungnya tersebut sebagai bentuk keadilan yang ditegakkannya tanpa pilih kasih. 

Berita tersebut akhirnya sampai ketelinga para pengintai yang sejatinya hendak menggempur namun urung niat dan kembali berlayar menjauh meninggalkan wilayah tersebut. Dengan memberikan gelar / julukan Ratu adil terhadap Ratu Shima yang sangat tersohor dengan kecantikannya. 

Dalam masa kepemimpinannya saat itu, Ratu Shima kemudian juga membawa budaya, adat-istiadat asalnya di Thibet juga agama leluhurnya yaitu Buddha aliran Tantrayana yang menyebar diwilayah utara juga keseluruh area pulau Jawa.

 

 

Sha Mantha




Hal tersebut kemudian terus berkembang dengan berdirinya dinasti / wangsa kerajaan baru Syailendra yang berkuasa kurang dari 1 abad ( 75 tahun ) pada abad ke-7. 

Di Indonesia nama Ĺšailendravamsa dijumpai pertama kali di dalam prasasti candi Kalasan dari tahun 778 Masehi. 

Sementara bukti-bukti prasasti peninggalan pertamanya berupa candi mendut yang merupakan raja pertama kerajaan Syailendra, kemudian candi Borobudur yang merupakan putra mahkota penerus raja syailendra kedua, dimasa pemerintahan raja Samaratungga (812-833) serta candi plaosan, candi sewu dan candi kalasan. 

Tata letak pembangunan candi borobudur-candi plaosan - candi mendut sendiri terbilang cukup unik dan secara garis diagonal dibangun sejajar dengan  satu garis lurus menghadap ke arah gunung merapi, adalah wilayah yang merupakan batas area daerah Boyolali Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Mount. Merapi Jawa Tengah




Sejak tahun 752 Masehi, sebagian besar raja-raja wangsa kerajaan Syailendra adalah penganut agama Buddha aliran Mahayana. 

Dengan peninggalan dan manifestasi dari wangsa tersebut yang kebanyakan terdapat di dataran Kedu, Jawa Tengah.

Pada tahun 790, wangsa kerajaan Syailendra kemudian menyerang dan mengalahkan Chenla (Kamboja Selatan), dan sempat berkuasa di sana selama beberapa tahun. Melakukan perluasan wilayah kekuasaan milik kerajaan Sriwijaya ( Hindu ). 

Pada masa itu, Buddha juga menjadi agama utama dimasa kekuasaan kerajaan Sriwijaya ( Pulau Sumatera ) wilayah barat dan selatan Indonesia hingga Asia Tenggara termasuk Kamboja, Srilanka juga Thailand dan sangat disegani oleh semua bangsa. 

Dengan ajaran yang sama hanya beda aliran yaitu Buddha aliran Theravada dan aliran Wahayana. 

Kemudian kerajaan Hindu datang ke pulau Jawa, dimulai dari Timur Indonesia ( Kalimantan Timur ).
Berupa kerajaan Kutai yang secara berdampingan berdiri di tengah kekuasaan Kerajaan Syailendra. 

Hal tersebut ditandai dengan berdirinya candi Prambanan sebagai satu-satunya candi Hindu di sekian prasasti candi Buddha yang ada di wilayah tersebut ( Klaten - Kabupaten Ungaran - Magelang ) Jawa Tengah. 

Kedatangan Kerajaan Sriwijaya yang melakukan ekspansi ke Jawa dan Semenanjung Malaya, menjadikan Sriwijaya pengendali simpul jalur perdagangan utama di Asia Tenggara. 

Perkembangan Kemaharajaan Sriwijaya sendiri bermula di Palembang pada abad ke-7 menyebar ke sebagian besar Sumatera, Semenanjung Malaya, Jawa, Kamboja, hingga surut sebagai Kerajaan Malayu Dharmasraya.

Sehingga menjadikan kerajaan Sriwijaya tumbuh dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, Selat Sunda, Laut China Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata. Sha

 

Oleh Berbagai Sumber

Photo Taken By; Vinjay

 

 


Comments