Pasar Apung Lok Baintan |
Banjarmasin atau kota Seribu Sungai, memiliki luas wilayah kepulauan 98,46 km², terdiri dari 25 buah pulau kecil yang dipisahkan oleh sungai-sungai di antaranya pulau Tatas, pulau Kelayan, pulau Rantauan Keliling, pulau Insan dan lain-lain.
Kota Banjarmasin adalah ibu kota provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia.
Kata banjar berasal dari bahasa Melayu yang berarti kampung atau juga berarti berderet-deret sebagai letak kampung perumahan yang berderet / berjajar di sepanjang tepian sungai.
Asal mula terbentuknya kota Banjarmasin dimulai pada abad ke-16 dengan munculnya Kerajaan Banjar.
Raja pertamanya bernama
Raden Samudera, yaitu seorang pelarian yang hendak di bunuh oleh pamannya
sendiri.
Atas bantuan Arya Taranggana, mangkubumi negara Daha, Raden Samudera melarikan diri ke arah hilir sungai Barito yang kala itu terdapat beberapa kampung di antaranya kampung Banjar (disebut juga Banjar Masih).
Yang sebelum tahun 1526 merupakan nama kampung yang terletak di bagian utara muara sungai Kuin, yaitu kawasan Kelurahan Kuin.
Pada tahun 1606 - 1747 VOC Belanda mulai memasuki
wilayah Banjarmasin melalui ekpedisi pertamanya.
Kemudian Pada tahun 1810 beralih kekuasaan ditangan Inggris - 14 Mei 1826 dikembalikan lagi pada pemerintahan Hindia Belanda pengelolaannya.
Nama "Banjar Masih" oleh Belanda lama kelamaan diubah menjadi "Banjarmasin", namun nama Banjarmasin biasanya mengaju kepada kota Tatas di sungai Martapura, sedangkan nama Banjar Masih mengacu kepada Banjar Lama di sungai Kuin.
Kesultanan Banjar dihapuskan oleh sistem sepihak penjajah kolonial Belanda pada tanggal 11 Juni 1860.
Merupakan wilayah terakhir di Kalimantan yang masuk ke dalam pemerintahan Hindia Belanda, tetapi perlawanan rakyat di pedalaman Barito baru berakhir dengan gugurnya Sultan Muhammad Seman pada 24 Januari 1905.
Dan sesudah tahun 1864, sebagian besar rakyat pedalaman Barito hijrah ke wilayah Barito mengikuti Pangeran Antasari, sebagian lari ke rimba-rimba, antara lain hutan Pulau Kadap Cinta Puri, sebagian kecil dengan anak dan isteri dibuang ke Betawi, Bogor, Cianjur dan Surabaya, sebagian mati atau dihukum gantung. Sementara sebagian kecil menetap dan bekerja dengan Belanda mendapat ganti rugi tanah, dengan jumlah yang sangat sedikit.
Secara umum, Pasar Terapung Lok Baintan tak beda dengan Pasar Terapung di muara Sungai Kuin/Sungai Barito. Dan sudah ada sejak zaman Kesultanan Banjar.
Keduanya sama-sama pasar tradisional di atas jukung / perahu yang menjual beragam hasil pertanian,perkebunan yang berlangsung sekitar 3-4 jam saja setiap harinya.
Dengan memulai aktivitas perdagangan pada pukul 06.00 pagi hingga pukul 09.30 WITA.
Para pedagangnyapun unik
yang mana lebih didominasi oleh para perempuan dengan memakai tutup kepala
(tanggui).
Mereka menjual berbagai macam dagangan, seperti sayur-mayur, buah-buahan, kue-kue tradisional, dan berbagai macam kebutuhan lainnya.
Di pasar terapung tersebut juga masih memberlakukan sistem barter yaitu sistem transaksi dagang kuno para masyarakat luas di Indonesia, dengan tidak memberlakukan mata uang sebagai alat transaksinya.
Umumnya, dagangan yang akan dibarter adalah hasil bumi berupa sayur mayur dan buah-buahan.
Besaran dan keberimbangan jumlah hasil barter tergantung kesepakatan antarkedua belah pihak pedagang.
Jika sepakat, maka masing-masing pedagang akan mendapatkan barang sesuai keinginan dan selanjutnya digunakan sebagai keperluan pribadi di rumah.
Aktifitas transaksi jual
beli tersebut dilakukan di sepanjang pesisir aliran Sungai Martapura Lok
Baintan.
Dan menjadi satu-satunya khasanah budaya nusantara yang masih tetap dipertahankan sejak penjajah kolonial mulai memaksakan pemberlakuan nilai tukar mata uang sebagai penggantinya diseluruh wilayah luas daerah kepulauan Indonesia.
Untuk menuju pasar terapung Lok Baintan dari pusat kota bisa ditempuh dengan dua alternatif. Alternatif pertama menyusuri sungai Martapura dengan menggunakan klotok, sejenis sampan bermesin.
Dengan klotok, perjalanan dari pusat kota menuju pasar terapung terbilang cepat, hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit.
Alternatif kedua dengan menggunakan kendaraan darat seperti mobil.
Namun, untuk alternatif kedua tersebut dibutuhkan waktu lebih panjang yakni sekitar satu jam perjalanan untuk mencapai pasar terapung Lok Baintan.
Hal tersebut disebabkan masih kurangnya infrastruktur yang memadai sehingga
perjalanan yang ditempuh cenderung berat dan berliku-liku. Sha
Oleh Berbagai Sumber
Photo Taken By; Kristupa
Saragih/Fotografer Net
Comments
Post a Comment