Dayak atau Dajak atau Dyak adalah
nama salah satu suku pedalaman di Kalimantan yang diberikan oleh pemerintahan
Hindia Belanda pada masa penjajahan Kolonial di negara Indonesia.
Yang mendiami Pulau Kalimantan pada
masa tersebut adalah ( Brunei Darussalam, Malaysia yang terdiri dari Sabah dan
Sarawak, serta Indonesia yang terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara dan Kalimantan Selatan).
Sistem budaya maritim atau bahari
sebagai pilihan perekonomian utama di masyarakat tersebut sejak masa lampaunya.
Membentuk pola hidup sederhana dengan mengandalkan alam sebagai sumber
kehidupan mereka sepenuhnya.
Hal tersebut didukung dengan hasil alamnya yang sangat melimpah.
Dengan hasil perairannya, berupa berbagai jenis ikan besar air tawarnya yang
terkenal sangat lezat.
Masyarakat dayak sendiri terdiri
dari banyak rumpun / suku sesuai dengan nama-nama antar keluarga ditiap suku
yang kesemuanya menyesuaikan nama-nama hulu / sungai.
Apabila kita ke daerah yang agak ke
pedalaman, memang dihuni secara mayoritas oleh orang Dayak yang tentunya
, mereka semua memiliki kebun karet ,dimana karet menjadi komuditas utama bagi
masyarakat dayak di desa.
Bagi seorang pekerja di kebun karet
hanya membutuhkan waktu yang cukup sedikit untuk bekerja , rata-rata bekerja
jam 05.00 pagi dini hari hingga jam 08.00 pagi hari saat matahari terbit untuk
memanen getah karet.
Pada zaman dahulu , karena tingkat
aktifitas pekerjaan suku Dayak yang seperti itulah, maka jarang sekali terkena
sinar matahari yang berlebihan, sehingga membuat banyak keturunan Dayak
memiliki kulit yang putih dan bersih.
Bangsa Tionghoa tercatat mulai
datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming yang tercatat dalam buku 323
Sejarah Dinasti Ming (1368-1643). Yaitu sejak awal abad V
Pada abad XV Kaisar Yongle mengirim
sebuah angkatan perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di bawah pimpinan
Panglima Cheng Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah sebelumnya
singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok.
Sedangkan pada tahun 1750, Sultan
Mempawah menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas.
Maka, terjadilah perkawinan campur
antara masyarakat daerah setempat dengan orang-orang pendatang dari suku
Tionghoa tersebut.
Sehingga, lahirlah orang-orang Dayak
yang berkulit putih bersih yang tak ubahnya dengan orang Tionghoa.
Orang-orang Tionghoa tersebut
membawa juga barang dagangan di antaranya candu, sutera, barang pecah belah
seperti piring, cangkir, mangkok dan guci.
Peninggalan bangsa Tionghoa tersebut
juga masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen, belanga
(guci) dan peralatan keramik lainnya.
Tidak hanya itu, sebagian dari
mereka juga ada yang berasal dari suku bangsa pendatang Eropa.
Sedangkan suku asli atau warga
penduduk asli suku Tebuan yang merupakan suku Dayak Kenyah yang terdiri dari
puluhan keluarga tersebut, dahulunya mengungsi atau eksodus dari tanah
leluhurnya, pada era tahun 1970-an.
Mereka mengungsi ke sejumlah desa di
Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.
Alasan mereka berpindah untuk
mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Sejak saat itu, ratusan orang
tersebut, berpindah-pindah dari satu desa ke desa lain, dari ujung timur hingga
ujung barat di Kepulauan Kalimantan.
Sampai akhirnya, puluhan orang
tersebut, kemudian memutuskan kembali ke tanah leluhurnya.
Mereka kembali menempati lahan di
Dusun Tebuan, Kecamatan Sungai Boh, Malinau, Kalimantan Utara. Yang merupakan
propinsi termuda di Indonesia. Dan diresmikan pada tahun 2015 silam oleh
Pemerintahan Indonesia.
Sebuah upacara pun digelar sebagai
penanda. Awal mula dibukanya desa tersebut.
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, syarat pembentukan sebuah desa
baru di Kalimantan Utara, antara lain adalah keberadaan minimal 1.500 warga
atau 300 keluarga.
Dengan menetapkan
peraturan kepada warga untuk tak menanam sawit, karet, kakao, kopi, juga
lada.
Sawit diyakini bukan tanaman yang tepat ditanam di wilayah tersebut terlebih
tak ramah lingkungan.
Kecantikan gadis Dayak
dari sungai Boh terkenal sangat alami dengan pola hidup mereka yang teguh
dengan tradisi turun temurun.
Ramuan-ramuan alami yang
diolah sendiri untuk menambah kecantikan tubuh; wajah dan kulit menjadi kisah
tersendiri bahwa meskipun mereka berasal dari pedalaman Kalimantan yang luas
itu, namun sejak zaman dulu, mereka sudah memiliki naluri yang tinggi dalam
merawat tubuh agar tetap selalu cantik.
Gadis Dayak yang
memiliki kecantikan secara fisik alami dan natural dengan ramuan-ramuan yang
alami, tersebut juga dibarengi dengan kecantikan sikap dan hati, yaitu sopan
santun serta tata krama mereka.
Di tambah lagi oleh prilaku luhur para gadis Dayak yang sangat menjunjung
tinggi kehadiran orang tua dalam mahligai keluarga, sehingga kecantikan mereka
tersebut terjalin dalam kisah kasih dalam keluarga.
Ada satu adat istiadat
khusus bagi pria dari suku Dayak jika ingin meminang para gadis-gadis Dayak nan
tersohor sangat jelita, yang dinginkannya yaitu Pria dari suku tersebut juga
harus "meminang" kedua orang tuanya.
Kenapa begitu? , karena
keputusan perjodohan sangat ditentukan oleh keputusan para orang tua sang gadis
Dayak itu sendiri.
Hal tersebut dilakukan untuk menjaga keutuhan garis keturunan antar keluarga
mereka agar tidak hilang atau punah sehingga keaslian dari adat istiadat dan
budaya leluhur yang sejak ribuan tahun silam ada masih tetap utuh dan terjaga.
Sha
Oleh Berbagai Sumber
Photo Taken by; Kristupa
Saragih/Fotografer Net Indonesia
Comments
Post a Comment