Petani Tradisional

Petani Padi




Indonesia sebagai negara agraris sejak masa lampaunya sangat kaya akan hasil bumi dengan mengandalkan pertanian sebagai roda perekonomiannya,  hal tersebut tidak luput dari peran pemerintahan sejak era

kerajaan Nusantara kuno yang telah lebih dulu menerapkan pertanian sebagai sumber kehidupan masyarakat luasnya.

Denyut kehidupan para petani Indonesia telah menghasilkan berbagai kebutuhan pokok masyarakat, seperti bahan-bahan pangan dan hasil bumi yang sudah tentu sangat melimpah ruah.

Pola kuno dan sederhana dimasa lalu yang diterapkan dengan menggunakan sapi untuk alat bantu para petani membajak tanah dan sawah pertanian, rupanya tidak mengurangi kebutuhan-kebutuhan pangan masyarakat Indonesia saat itu hingga beberapa dekade lamanya.

Hampir setiap rumah warga di desa-desa memiliki lumbung untuk menyimpan hasil panen yang sebagian dapat dijual di pasar-pasar tradisional dan sebagian lagi dikomsumsi tanpa mengurangi kebutuhan penting utamanya pangan dimasa itu.

Dengan menjadikan jagung dan beras sebagai menu makanan pokok harian masyarakat luas di Indonesia hingga saat ini.

Sistem irigasi atau pengairan dengan membagi-bagi jumlah kebutuhan aliran air ditiap petak tanah telah dibuat sedemikian rupa sejak ribuan tahun silam sebagai pola dan tata cara didalam melakukan aktifitas bercocok tanam.

Tersusun rapi sesuai dengan musim yang datang di negara beriklim tropis Indonesia dimana hanya ada dua musim yang datang disepanjang tahunnya yaitu musim panas / musim kemarau sepanjang 6 bulan lamanya dan musim penghujan sepanjang 6 bulan kemudian.

Para petani tradisional sangat menghormati alam dengan mengandalkan tanda-tanda alam seperti orbit bintang, saatnya untuk masa tanam jenis tanaman tertentu dan juga arah angin lebih condong ke arah timur atau ke arah barat sebagai patokan perhitungan jenis hasil-hasil bumi yang harus diganti masa tanamnya.

Hal tersebut merupakan siklus mata rantai alami yang dipercayai oleh para petani tradisional untuk menghasilkan masa panen dengan jumlah yang tetap stabil sepanjang waktu serta mengenali jenis hama-hama tertentu yang tidak disukai dan dapat dihindari dengan mengganti setiap beberapa bulan sekali jenis tanaman pangan yang hendak ditanam.

Pola ini sebagai bentuk antisipasi atau upaya terjadinya gagal panen yang tentu saja dapat mengakibatkan kerugian yang tidak diinginkan.

Penggunaan pupuk kompos dan pupuk kandang juga masih menjadi pilihan utama para petani tradisional demi menjaga kualitas hasil panen yang baik serta meningkatkan kesuburan tanah sepanjang tahunnya.

Seiring waktu dan kemajuan tekhnologi serta kian meningkatnya kebutuhan pangan masyarakat luas di Indonesia saat ini.

Segala sesuatu didalam perhitungan dan pola-pola tradisional saat bercocok tanam tersebut mulai ditinggalkan dan menyisakan sebagian kecilnya saja dengan menambahkan pupuk-pupuk buatan pabrik berbahan kimia seiring kian berkurangnya hewan ternak serta jumlah pepohonan dan tanaman-tanaman tertentu yang sebelumnya difungsikan sebagai pupuk alami penjaga ekosistem alam tersebut.

Jumlah hama tanaman mulai tidak dapat lagi dibendung dengan rupa-rupa dan jenis hama tanaman yang telah kebal oleh kandungan zat-zat kimia sebagai hukum sebab akibat dari penggunaan pupuk kimia dalam jangka panjang serta kuat mengandung pestisida dan dijadikan pilihan instan oleh petani modern saat ini guna mempercepat masa panen serta mencukupkan kebutuhan pangan masyarakat luas yang terus meningkat.

Pola tanam yang mulai tidak teraturpun akhirnya terus berkepanjangan dengan melakukan cara tanam pada jenis tanaman pangan yang sama sepanjang tahunnya.

Sehingga kerusakan yang terjadi pada tanahpun tidak dapat dicegah lagi.

Tanah menjadi tidak lagi subur, hama tikus sawah semakin banyak, dan menjadikan sawah pertanian kian kering tanpa adanya peremajaan pada pola tanam yang semestinya.

Jumlah lahan-lahan pertanianpun lambat laun berkurang, yang mengakibatkan petani kemudian menjadi putus asa serta beralih menjual lahan-lahan pertanian tersebut yang beralih fungsi sebagai kawasan industri, hunian, pusat perbelanjaan, area perkantoran, serta berbagai jenis area bangunan lainnya karena sudah tidak dapat lagi ditanami kembali.

Adakah cara yang lebih baik untuk tetap mempertahankan prilaku pertanian modern Indonesia yang tetap  aman bagi lingkungan, hasil pertanian yang tetap stabil sepanjang waktu tanpa menganggu siklus alami dengan tetap menerapkan pola tanam yang semestinya?

Terlebih saat ini para petanipun tidak dengan serta merta dapat menikmati hasil dan menampung hasil panen mereka bukan lagi ditiap-tiap lumbung hasil panen yang dibangun dirumahnya melainkan berganti pola dimana para tengkulaklah yang menampung hasil-hasil panen tersebut dan kemudian dijual kembali yang tentunya dengan harga cukup tinggi dipasaran. Sha


Oleh berbagai sumber

Photo Taken By; Kristupa Saragih/Fotografer Net Indonesia

 


Comments