Payung Dan Tradisi Nusantara

Sha Mantha



Payung bagi masyarakat luas difungsikan sebagai pelindung saat turun hujan. 

Namun, pada tradisi masyarakat luas di Nusantara utamanya Indonesia, payung adalah benda yang sangat penting dikehidupan sehari-hari. 

Payung memiliki nilai lebih yang bukan sekedar sebagai pelindung saat musim penghujan tiba. 

Keberadaan payung telah ada sejak masa peradaban Buddha-Hindu yang melekat sebagai simbolis kehidupan keagamaan ataupun adat istiadat setempat. 

Payung dalam tradisi peradaban Buddha telah tercatat pada relief-relief candi Borobudur yang terletak di Magelang Jawa Tengah dan dibuat sebagai simbolik serta bagian dari keseharian masyarakat Buddha pada zaman tersebut. 

Utamanya digunakan sebagai bagian dari pelaksanaan dari rangkaian upacara adat istiadat.

Bagi masyarakat Hindu, payung menjadi simbol suci yang diletakkan ditiap-tiap sudut pintu pagar rumah utama,dengan menentukan tinggi / ukuran atau panjang dari payung yang dibuat, dan telah disesuaikan dengan kasta dari sang pemilik rumah. Semakin tinggi payung yang terletak di sisi luar pagar rumah, maka semakin tinggi pula kasta sang pemilik rumah. 

Payung juga dijadikan simbolik khusus di tiap sudut pintu dan  ruang-ruang suci peribadatan seperti pura-pura agung, dengan pilihan warna-warna tertentu semisal kuning. 

Pada masyarakat Jawa Muslim, masa peralihan kebiasaan kehidupan keagamaan Buddha-Hindu yang telah mengalami perubahan pandangan.

Ternyata tidak menjadikan bentuk pergeseran budaya atau adat istiadat yang berarti dengan tetap pada pola serta fungsi dari payung itu sendiri yang tetap dimanfa'atkan pada kehidupan harian semisal untuk pelindung tubuh saat musim hujan, upacara-upacara pernikahan,pesta hajat besar,upacara kematian, upacara sunat. 

Payung masih menjadi simbol-simbol suci para leluhur masyarakat Jawa kuno yang tetap dilestarikan kebentuk upacara-upacara adat istiadat yang turun temurun dijaga serta dilestarikan.

Semisal upacara sakral kirab pusaka-pusaka kerajaan dinasti turunan Buddha-Hindu yakni Mataram Islam yang kini mulai merayakan tahun baru Islam sebagai pedoman hidup keagamaan serta pemerintahannya seperti kraton Kasunanan Surakarta Jawa Tengah. 

Payung Nusantara identik digunakan untuk upacara adat istiadat, pernikahan, dan kematian,dan memiliki ciri khusus terbuat dari kain berbahan bambu kering sebagai rangka payung serta kayu polos sebagai penyangganya. 

Payung untuk keperluan di keagamaan masyarakat Hindu identik berbahan sama hanya berbeda pada jenis dan tinggi kayu penyangganya tergantung kebutuhan dan fungsi dari payung itu sendiri. 

Berbeda untuk payung pada upacara kematian yang identik dibuat dengan bahan dasar kertas serta bambu.

 



Festival Payung Indonesia




Kemudian pilihan warna, jenis hiasan ataupun lukisan dan ornamen-ornamen tambahan menjadi revolusi dari payung itu sendiri yang menyebar luas di seluruh dunia. 

Di mulai pada tahun 2015 yakni 4 tahun silam, seniman asal kota Solo Jawa Tengah Indonesia, adalah Mataya Art and Heritage Heru Mataya mulai mencanangkan pagelaran  Festival tahunan pertama kalinya bertempat di Taman Balaikambang "Partnah Boch" yang dikenal meluas hingga ke mancanegara bertajuk Festival Payung Indonesia. 

Pada tahun 2018 ini, tepatnya tanggal 07/09/2018 - 09/09/2018 menjadi agenda tetap yang kembali dbuat serta didukung oleh Kementerian Pariwisata Indonesia dan diselenggarakan dipusat peradaban payung tersebut berasal yaitu di Candi Borobudur Magelang Jawa Tengah. 

Festival ini menyatukan industri kreatif pembuatan payung, aktivis seniman karnaval dan masyarakat untuk melestarikan seni kerajinan payung di Indonesia. Dan diikuti oleh berbagai delegasi negara di Asia dan juga Eropa. 

Sesuai dengan identitas masyarakat Jawa Tengah, payung juga memiliki berbagai coraknya, seperti rajutan, lukisan, rotan, lurik dan batik. 

Dalam acara Festival Payung Indonesia 2018 tahun ini juga dibuat pasar payung sebagai inti acara tersebut.

Selain itu ada juga Karnaval Payung, Festival Tari Solo, Pertunjukan Tarian Payung, Umbrella Fashion Show, Pameran dan Kontes Foto, Workshop dan Lukisan Payung, Workshop dan Refleksi, dan Workshop Forum Budaya Dunia menjadi agenda khusus Festival Payung Indonesia di tahun ini. Sha


Oleh Berbagai Sumber

 


Comments