Sekaten Yogyakarta Jawa Tengah |
Sekaten adalah rangkaian
kegiatan tahunan sebagai peringatan hari Kelahiran guru besar umat Islam yaitu
Nabi Muhammad yang diadakan oleh kraton Kasunanan Surakarta, Puro Pakualaman
Yogyakarta dan kraton Kasultanan Yogyakarta.
Berbeda dengan Kraton kecil di kota Solo Jawa Tengah yaitu Puro Mangkunegaran
Solo karena tidak memiliki alun-alun dan kratonnya kecil, acara sekatenan di
kota Solo hanya dibuat dan diselenggarakan oleh pihak kraton Kasunanan Solo
Jawa Tengah saja. Meskipun sama-sama berdiri bentuk dinasti istana / Kraton di
wilayah Surakarta / Kota Solo Jawa Tengah.
Rangkaian perayaan secara resmi berlangsung dari tanggal 5 dan berakhir pada
tanggal 12 Mulud penanggalan Jawa (dapat disetarakan dengan Rabiul Awal
penanggalan Hijriah).
Beberapa acara penting perayaan ini adalah dimainkannya gamelan pusaka di
halaman Masjid Agung masing-masing istana / kraton, pembacaan riwayat hidup
Nabi Muhammad dan rangkaian pengajian di serambi Masjid Agung dan puncaknya,
Garebeg Mulud sebagai bentuk syukur pihak istana dengan keluarnya sejumlah
gunungan yang berupa hasil bumi untuk diperebutkan oleh masyarakat usai
didoakan.
Tradisi ini hanya ada di kota Solo Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Perayaan ini dimeriahkan pula oleh pasar malam / biasa disebut
"Sekatenan" yang berlangsung selama 40 hari, dimulai pada awal bulan
Sapar ( bulan Islam ).
Sekatenan Jogja Jawa Tengah |
Yang berisi aneka wahana
permainan seperti komidi putar dan tong setan serta aneka macam makanan dan
minuman khas dari Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sekaten adalah adaptasi dari bahasa Arab, syahadatain, yang berarti
"persaksian (syahadat) yang dua". Atau proses seseorang yang
disaksikan oleh dua orang saat mulai memeluk agama Islam.
Awal mula dan maksud perayaan Sekaten dapat ditarik sejak mulainya
kerajaan-kerajaan Islam di tanah Jawa, yaitu zaman Kesultanan Demak Bintoro
Jawa Tengah.
Dengan tujuan dari perayaan Sekaten tersebut diadakan sebagai salah satu upaya menyiarkan
agama Islam.
Karena orang Jawa saat itu menyukai gamelan,sehingga tepat pada hari lahirnya
Nabi Muhammad di halaman Masjid Agung Demak dimainkanlah gamelan, dan membuat
warga masyarakat berduyun-duyun datang di halaman masjid untuk mendengarkan
gamelan sekaligus mendengarkan khutbah-khutbah mengenai keIslaman.
Tradisi arak-arakan semacam sekaten itu sendiri telah dilakukan pada masa
Kerajaan Hindu Majapahit.
Yakni mengarak aneka makanan berupa jajanan serta kue dan aneka hasil bumi
serta buah-buahan yang diusung dibentuk / disusun tinggi mengerucut ke atas
menyerupai gunung. Dan biasa disebut dengan nama gunungan.
Setelah selesai didoakan kemudian dijadikan rebutan oleh masyarakat yang ikut
berdoa dengan menjadikan gunungan tersebut sebagai simbol berkat dari Tuhan
Yang Maha ESA bagi yang berhasil mendapatkannya.
Sehingga sangat tidak mengherankan apabila usai prosesi arak-arakan gunungan
tersebut penuh sesak diwarnai oleh lautan manusia yang berusaha mendapatkannya.
Tradisi adat istiadat dan budaya tersebut, kemudian dilanjutkan oleh dinasti
kekuasaan Kerajaan Islam Kasultanan Demak Bintoro Jawa Tengah, yang meneruskan
tradisi tersebut atas saran dari Wali 9 Sunan Kalijaga. Yakni tokoh penyebar
agama di pulau Jawa yang berjumlah 9 orang dan merupakan para pemuka agama dan
ahli agama Islam diantaranya adalah Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga inilah yang menjaga kelanjutan dari tradisi dan adat istiadat
yang masih dijalankan dan tetap lestari hingga saat ini di kota Solo Jawa
Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Prosesinya upacara Sekaten biasanya diawali saat malam hari dengan
iring-iringan abdi dalem / punggawa kerajaan dengan dua set gamelan Jawa Kyai
Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu.
Prajurit Kraton Kasultanan Yogyakarta Jawa Tengah |
Iring-iringan ini
bermula dari pendapa Ponconiti menuju masjid Agung di Alun-alun Utara dengan
dikawal oleh prajurit Kraton.
Gamelan yang diberi nama Kyai Nogowilogo akan menempati sisi utara dari Masjid
Agung.
Sementara gamelan yang diberi nama Kyai Gunturmadu akan berada di Pagongan
sebelah selatan masjid.
Kedua set gamelan tersebut dimainkan secara bersamaan sampai dengan tanggal 11
bulan Mulud, selama 7 hari berturut-turut. Sha
Sumber;
1. Gusti Puger Kasunanan
Surakarta Jawa Tengah
2. Raden Mas Dhony Pura
Mangkunegaran Solo Jawa Tengah
3. Shaddono
Photo Taken By; Kristupa
Saragih/Fotografer Net Indonesia
Comments
Post a Comment