Sha Mantha |
Hari Wayang Dunia diperingati pada tanggal 06-09
November 2018 yang diisi dengan pertunjukan wayang.
Ini merupakan peringatan Hari Wayang Dunia yang ketiga,
setelah wayang diakui oleh UNESCO sebagai warisan maha karya dunia tradisi
lisan non bendawi.
Di Kota Solo Jawa Tengah.
Gelaran wayang disajikan oleh dalang-dalang terkenal dari
berbagai daerah bertempat di pendopo Institut Seni Indonesia Surakarta (ISI
Solo).
Wayang adalah sastra tertinggi dalam filosofi Kehidupan
masyarakat luas di Indonesia yang dikemas kedalam bentuk pertunjukan yang
bercerita dan dikendalikan oleh Dalang sebagai sutradara sekaligus memerankan
karakter tokoh-tokoh yang diceritakan diiringi musik khas berupa gamelan
serta sekelompok penyanyi / sinden yang terdiri dari wanita dan juga pria.
Wayang adalah tradisi kuno pada masyarakat luas di Nusantara
dan berkembang pesat oleh adaptasi budaya-budaya lokal di Indonesia yang
beragam serta memiliki banyak kategori sesuai dengan jenisnya.
Wayang sendiri merupakan bentuk boneka yang dibuat dari
berbagai bahan dengan karakter masing-masing sesuai dengan kisah yang dibawakan.
Wayang Kulit Lobby Lor In Hotel Solo Jawa Tengah |
Di Jawa Tengah, Wayang adalah identitas
masyarakat luas yang turut ambil bagian dalam penyebaran agama - agama.
Utamanya wayang kulit yang sejak masa peradaban Kekuasaan
Kerajaan Mataram kuno diperuntukkan sebagai media syiar atau dakwah oleh para
wali 9 penyebar agama Islam.
Wayang kulit juga merupakan sajian pertunjukan khusus yang
menjadi hiburan rakyat di era kepemimpinan Raden Mas Said tatkala masih berada
di Kraton Kartasura Jawa Tengah.
Yakni Pendiri dari dinasti Puro Mangkunegaran Solo. Raden Mas
Said merupakan Praja Mangkunegara Pertama.
Wayang Kulit di Jawa Tengah pada umumnya terbuat dari kulit
hewan seperti kulit sapi atau kulit kerbau yang kemudian dilukis sedemikian
rupa serta dibentuk dengan cara diukir,lalu diwarnai dan disertakan juga
penyangga sebagai pegangan di bagian tubuh boneka yang telah dilengkapi dengan
bentuk fisik berupa tangan di sisi kanan kirinya.
Di balik pentas pertunjukan Wayang kulit.
Terselip kisah perjalanan Matah Hati / Matah Ati yaitu
pertemuan Raden Mas Said dengan jantung hatinya bernama Rubiyah yang saat itu
tidak sengaja terinjak ketika terlelap dengan semua rakyat yang menonton
pagelaran pentas Wayang kulit. Pada saat Raden Mas Said berjalan-jalan
mengelilingi alun-alun lapangan pertunjukan Karena didorong Rasa penasaran oleh
bisikan hatinya.
Rubiyah yang terlelap tidur saat menonton wayang kulit di
halaman alun-alun depan Kraton Kartasura ketika waktu telah menuju pagi dini
hari yakni pukul 04.00wib.
Raden Mas Said memang tidak seperti biasanya. Saat Wayang
baru mulai dipentaskan hingga subuh menjelang tetap tidak bisa terlelap tidur
serta merasa sangat gelisah dan terus saja tergerak hatinya ingin melihat-lihat
suasana diluar istana.
Dimana sebelum-sebelumnya tidak pernah ingin mengetahui
aktifitas hiburan rakyat apa saja yang digelar setiap 7 hari sekali dan
dibuat sebagai bentuk apresiasi untuk rakyat yang sangat dicintainya.
Malam itu, tiba giliran untuk dipentaskan pagelaran
Wayang Kulit yang begitu antusias disambut oleh segenap rakyatnya, sebagaimana
mestinya di tiap hari ke-7 tiap-tiap jenis pentas pertunjukan yang bersifat
hiburan tersebut senantiasa berganti-ganti sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Raden Mas Said terus saja gelisah dan sebentar-sebentar
melongok keluar melihat dari kamar pribadinya serta mendengar riuh gempita
seluruh rakyatnya yang sangat menikmati pentas pertunjukan yang di gelar pada
malam itu.
Rubiyah saat itu Masih berusia 14 tahun dan membuat jantung
Raden Mas Said seketika berdegup kencang tatkala melihat kain yang dikenakan
Rubiyah robek tersingkap hingga pangkal paha dan tetap terlelap tidur
meskipun kain yang dikenakannya dibenahi kembali dengan sangat hati-hati oleh
Raden Mas Said yang merasa sangat bersalah serta merasa sangat tidak enak
apabila sampai membangunkan lelap tidur Rubiyah.
Tubuh Rubiyah tergeletak di atas rumput disela-sela
penonton lainnya yang juga terlelap saat pentas wayang kulit usai.
Raden Mas Said kemudian bergegas meninggalkan tempat tersebut
dan kembali ke dalam kamarnya.
Namun tetap saja tidak mampu mengusir bayangan wajah cantik
Rubiyah yang terlelap dilihatnya.
Raden Mas Said semakin gelisah dan memerintahkan prajurit
serta pengawalnya untuk membangunkan seluruh rakyatnya yang tertidur dan
memerintahkannya untuk berdiri berbaris di alun-alun istana pagi itu juga.
Raden Mas Said kemudian memeriksa satu persatu semua
rakyatnya yang berbaris serta mencoba mengenali jantung hatinya tersebut
melalui kain kebaya sobek yang dikenakan sebagai ciri-cirinya.
Sekilas pandang Raden Mas Said kemudian mengenali Rubiyah dan
segera membubarkan rakyatnya serta memintanya untuk kembali kerumah mereka
masing-masing.
Belakangan barulah diketahuinya bahwasannya Rubiyah merupakan
puteri seorang ulama.
Tidak lama setelah itu, Raden Mas Said kemudian meminang
Rubiyah dan mengganti namanya menjadi Matah Ati setelah resmi ditetapkan
sebagai isteri serta diboyong menetap di Puro Mangkunegara yang mulai
dipindahkan ke desa Sala dari tempatnya semula yang berasal dari Kraton
Kartasura.
Sementara untuk Daerah Istimewa Yogyakarta peringatan hari
Wayang dunia di gelar Dan Di sajikan oleh Breatner serta 40 dalang
lainnya yang datang dari Jawa Tengah, DIY, DKI juga Riau. Yang terdiri
dari dalang anak-anak hingga Maestro. Sha
Oleh berbagai sumber
Photo
Taken By;
Anom/Sha
Comments
Post a Comment