Sha Mantha |
Dunia hukum bukan suatu
hal yang asing bagi Saya.
Sebelum menekuni karier
modeling pada akhir 2013 silam sebelumnya Saya bekerja kantoran di sebuah
lembaga Pemerintahan pusat hukum Indonesia.
Jabatan tidaklah penting
dan bukan gaji atau posisi sebagai alasan melainkan kualitas kesabaran diri
yang tengah Saya uji.
Ketertarikan ini dimulai
atas dasar kesadaran diri untuk menguji kembali diri sendiri dalam
kedisplinan, tanggung jawab, keinginan untuk mencoba hal baru belajar dengan
lingkungan baru serta mendeteksi diri sendiri pada talenta apa yang sesuai dengan
kepribadian Saya.
Dan Saya patut berbangga
diri sebab mampu melewatinya.
Selama ratusan hari
sejak hari senin hingga Jum'at Saya Bangun pada pukul 04.00 wib pagi setiap
hari.
Pada akhir minggu yaitu
pada hari sabtu dan minggu Saya masih mengambil pekerjaan paruh waktu di sebuah
perusahaan auotomotive sebagai sales marketing.
Mencintai aktifitas
harian yaitu mandi kemudian bersiap kekantor pada pukul 05.30 lalu berdiri di
halte busway untuk mengantri bus menjadi bagian dari therapy paling menyakitkan
yang Saya lalui.
Saya menyewa satu kamar
sedang di kawasan mampang prapatan Jakarta Selatan dan bergegas menuju kantor
di area Jl. Pramuka Jakarta Pusat.
Ahhh ini masihlah mudah.
Begitulah cara Saya menguatkan diri.
Sebelumnya Saya bekerja
lebih keras dari ini, bangun setiap pukul 03.00 wib pagi dan tidur setiap pukul
01.00 wib dini hari.
Menjadi salah satu team
art dari sponsor produk kosmetika nomor 1 di Indonesia sejak tahun 2008 - 2012.
4 tahun dalam masa
pengasahan ilmu dan pengetahuan ini saya terbentur pada sikap bergantung pada
keputusan orangtua yang cenderung mengendalikan impian dan cita-cita Saya untuk
menekuni karier dibidang ini meskipun pada masa akhir penentuan masa depan
tersebut Saya memutuskan berhenti bekerja dari perusahaan bride asing setelah
sebelumnya berhenti menjadi team art tanpa perasaan bersalah terlebih terpaksa.
Semua bagian dari
aktifitas menyenangkan bedanya hanya terletak pada tekad juga kemauan untuk
memulainya.
Sedikit rumit dengan
Sarana dan prasarana transportasi karena dari halte busway Mampang Prapatan
Saya masih harus turun di Halte busway daerah UKI ( Universitas Kristen
Indonesia ) kemudian berganti bus karyawan yang standby tidak jauh dari halte.
Menjadi tantangan khusus
yang mau tidak mau harus Saya jalani.
Kemapanan financial
tinggal nyaman di unit apartment mewah di kawasan Jakarta Utara atau
kemana-mana minimal diantar oleh driver pribadi, hidup dilayani sejak bangun
tidur hingga kembali merebahkan diri di kasur empuk serta nyaman dirumah mewah
nan bergelimangan kehormatan serta kemegahan disekeliling hidup Saya.
Tidak lebih kekosongan
yang tidak mampu Saya maknai bahkan nikmati.
Hidup yang tengah Saya
lewati kala itu bukanlah kewajiban mutlak dari hukum filosofi jika hidup ini
tidaklah semudah yang Saya bayangkan atau kesulitan yang tengah menjadi hukuman
akibat tidak menghargai uang.
Sikap hidup manja bukan
kepribadian Saya.
Bukan.
Bagi Saya pribadi.
Siapapun orang yang
tengah belajar sudah sepatutnya berbuat salah sehingga tidak ada hukum-hukum
kehidupan apapun berlaku didalamnya.
Saya sedang tumbuh
benar-benar tumbuh menjadi gadis remaja yang sangat menikmati kebebasan.
Merasakan nikmatnya
memerdekakan diri dari aturan demi aturan rumit hukum-hukum ilmu kehidupan.
Susah sih memang,
bergelantungan didalam busway berdiri berjam-jam menghirup ragam aroma keringat
tubuh berdebu dan baru tiba kembali dikamar setiap pukul 22.00 wib malam.
Mandi kemudian istirahat
tidur tiap tengah malam hanya rutinitas harian selelah apapun tubuh dan raga
ini bergerak ataupun kerasnya otak berfikir dengan ataupun tanpa rutinitas
didalamnya.
Jadwal bus karyawan tiba
tepat pukul 06.00 wib pagi melaju dari arah Bekasi membawa pegawai tetap yang
lebih ekstrim dari Saya yakni keluar rumah tepat pukul 05.00 wib pagi.
Bukan perjuangan hidup
yang mudah untuk mereka tentunya.
Namun sekali lagi demi
menghindari macet saat jam-jam sibuk di hari kerja.
Telat 10 menit saja akan
fatal akibatnya.
Tiba dikantor tepat
pukul 06.30 wib pagi tidak lupa absen merapikan meja kerja sembari menikmati
secangkir kopi.
And than kehidupan yang
indahpun dimulai.
Saya bukan tipikal
perempuan yang bisa seenak-enaknya terlebih dilingkungan formalitas.
Berpakaian rapi
mengenakan sepatu seadanya ( anti sendal jepit didalam kantor ) jangankan
didalam kantor dikamar mandipun saya anti dengan sendal merk ternama tersebut.
Rambut tertata rapi
tipis-tipis merias diri adalah bekal sejak bersiap keluar kamar kos an kemudian
bergegas sarapan di lantai 7.
Takdir hanyalah bagian
perjalanan sebab sang Maha Kuasa sepenuhnya menyerahkan kepada setiap umat-NYA
untuk memilih serta menentukan sendiri suratan goresan yang tertulis di garis
tangan ini.
Hal ini Saya sadari
sepenuhnya pada masa beberapa bulan usai melewati masa pelatihan sebagai tenaga
kontrak.
Strata sosial dan hormat
dari lingkungan kehidupan menempatkan saya begitu tinggi.
Bagaimana tidak setiap
kegiatan di luar jam kantor seperti makan siang ibadah mingguan bahkan saat
bersantai, Saya menempati prioritas utamanya ditengah lingkungan pemimpin yang
menempatkan Saya bukan hanya sebagai bawahan melainkan teman diskusi.
Bersahabat dengan wanita
karier bergaul dengan kalangan pejabat yang masih menjunjung norma-norma
kejujuran tetap tulus namun terkadang rapuh mengusik keinginan nurani untuk
memberi dorongan semangat dengan sedikit pujian tulus tentunya mengembalikan
lagi rasa percaya diri pada mereka.
Kemenangan sejati adalah
kemampuan diri setiap personal menjaga minat hingga selesai pada tanggung jawab
yang diberikan hingga akhir.
Meskipun sejatinya
sikap-sikap dari seorang pemimpin yang sebenarnya hampir 99% nya tidak dimiliki
oleh pemimpin yang duduk di belakang meja bahkan pemegang kuasa suatu
perusahaan atau pemerintahan yang digenggamnya.
Kesenjangan sosial jelas
terasa sebab posisi Saya bukan pegawai tetap.
Jika di logika Saya
adalah pegawai rendahan yang lebih pantas diperlakukan sebagai kacung
disuruh-suruh mengambilkan makanan atau membuatkan minuman bagi pegawai kelas
menengah yang menjunjung ego serta membutuhkan pelayan saat mereka sibuk
bermain game atau bahasa lainnya makan gaji buta.
Namun tidak begitu yang
terjadi pada Saya.
Saya mengenali diri Saya
dengan baik nilai Saya keahlian Saya juga kemampuan Saya secara pribadi meski
keadaan yang sebenarnya Saya pun tengah berjuang menanggulangi tekanan psikis
bahkan ekonomi.
Sistem kerja outsourcing
sebenarnya adalah motif penelitian yang sedang Saya pelajari.
Dari mana asal usulnya
serta apa manfaat dan keuntungannya bagi karyawan diperusahaan pemerintahan
seperti ini.
Tekanan kebutuhan banyak
mendesak sebagian besar orang Indonesia untuk memilih pasrah diam dan menerima
fakta pahit getirnya hak-hak penuhnya dari tiap tetesan keringat air mata
tangisan hatinya yang diambil begitu saja.
Selain itu saya berjuang
mengembangkan diri Saya pada kualitas hidup dari sakit mental yang Saya derita
sejak usia 5 tahun.
Menjadi pendengar bagi
sekeliling menguatkan Saya pada arti berjuang untuk hidup itu sendiri.
Keberanian yang Saya
lalui terletak pada kebebasan bertanggung jawab yaitu berhenti memikirkan kapan
menikah kapan memiliki anak kapan memiliki keluarga impian bahagia melainkan
bekerja membuat sesuatu dan menjadi seperti apa yang Saya inginkan.
Dan menentukan
sepenuhnya karier yang sesuai dengan kepribadian Saya yang tentu saja menjadi
model masih sebagai minat terbesar dalam hidup Saya.
Selebihnya mengisinya
dengan menulis bertemu banyak orang baru menemukan hal-hal baru setiap harinya
serta menjadikan kesendirian sebagai keindahan lain yang Saya temui setelah
itu.
Tidak berhenti berbuat
baik dalam hal apa saja melayani jiwa-jiwa yang hancur sembuh permanent dari
kondisi sakit mental oleh karena perasaan sendiri merasa tidak bernilai tidak
berharga dan mudah putus asa.
Menjaga rasa bahagia
dengan sikap-sikap hidup apaadanya serta tetap optimis bahwa ada kehidupan yang
indah setelah patah hati. Selain bergembira atas masih adanya kemampuan didalam
diri Saya untuk mencintai.
Saya merasa sudah
memiliki semuanya memiliki segala-galanya, kaya secara batin, tidak pernah
bosan menjalani hal-hal lama ataupun baru termasuk mengorbankan kecantikan
materi waktu bahkan perasaan Saya untuk mencintai sesama.
Saya sadar hidup di
negara timur untuk itulah Saya mencoba menerobos satu budaya tidak bebas
semisal dianggap tidak sopan kurang sopan terlalu cuek semaunya sendiri susah
diatur tidak mau mendengarkan saran orang lain tidak sukses secara ekonomi
namun tidak begitu yang ada dalam diri Saya.
Saya sedang belajar
mengenali karakteristik manusia utamanya orang Indonesia itu sendiri.
Saya orang Indonesia
yang buta dengan karakter Bangsa Saya sendiri.
Sebab orang Indonesia
sangat rumit untuk dikenali dan cenderung bersikap munafik pelit ilmu bahkan
tidak sedikit yang membodoh-bodohi serta tidak menyukai kesuksesan atau
keberhasilan orang lain.
Kesempatan datang bukan
untuk yang sudah siap secara mental psikis kejiwaan melainkan orang yang
benar-benar menginginkannya.
Dan mempercayai bahwa
masih ada keajaiban demi keajaiban yang akan Saya temui setiap hari. Sha
Comments
Post a Comment