Sha Mantha |
Selain menjadi makhluk
sosial, manusia merupakan individu yang membutuhkan ruang pribadi agar tak
terjamah pihak luar.
Sehingga tidak
sepantasnya hal-hal personal disoroti, bahkan diurusi oleh pihak lain.
Perkara profesi
pekerjaan, pilihan jalan hidup, status, agama, budaya dan latar belakang.
Bukanlah urusan semua
orang sehingga aksi-aksi menghakimi oleh pihak-pihak lain yang tidak
terkait, sebenarnya telah mengacu kepada tindakan sekaligus bentuk pelanggaran
hak azasi dan moral.
Kebiasaan merasa sah-sah
saja menguak sebanyak-banyaknya informasi terkait seseorang, merupakan bentuk
pelanggaran privasi berkaitan dengan minimnya rasa empati dan apresiasi kepada
orang lain.
Sehingga tercipta
pengekangan dan tindak persekusi.
Pelanggaran hak azasi
manusia begitu mudah terjadi didalam kehidupan sehari-hari sebab orang tidak
lagi sekadar mau tahu, tetapi juga ingin mengontrol hidup pribadi orang lain
untuk mewujudkan kebaikan dan kebenaran—sesuai yang Ia yakini.
Belum lagi nilai-nilai
agama, dan budaya tertentu yang dianggap lebih benar dibanding nilai yang
mengusung hak azasi manusia, dibumbui debat kusir yang berujung konflik.
Para ahli Ilmu kesehatan
mental dan jiwa, telah mencatat bahwa seseorang yang sering melanggar batasan
privasi orang lain cenderung manipulatif, narsisistik, dengan tingkat kesadaran
diri rendah.
Seorang narsisis akan menganggap sekitarnya lebih tak berharga dibandingkan dirinya dan tidak merasa bersalah ketika berlaku tidak baik kepada orang lain.
Dikarenakan tidak
memiliki kesadaran.
Sadar akan hak-hak
sesama manusia yang diciptakan sama, sama rasa dan sama-sama sebagai manusia.
Namun akan berbeda
apabila rasa penasaran dijadikan landasan sekaligus alasan untuk mengulik
dalam-dalam urusan pribadi orang lain sebelum kemudian berlanjut pada tindakan
agresif.
Solusi
Memiliki hubungan yang
baik dengan diri sendiri sama pentingnya dengan menjalin hubungan dengan orang
lain.
Orang yang tidak
mencintai dirinya sendiri akan sulit berhenti melanggar hak
azasi manusia.
Mencintai diri sendiri
di sini bukan berarti menjadi orang yang narsisistik.
Tapi setulus hati
membebaskan diri dari beban sosial.
Melepaskan beban dari
"tuntutan" fokus pada masalah orang lain.
Kemampuan diri untuk
keluar dari prioritas pemikiran "selalu ingin tau".
Memberikan hukum timbal
balik pada diri sebab semua orang akan merasa nyaman berada di dekat orang yang
memancarkan energi positif dari dalam diri.
Menjalin hubungan dengan
diri sendiri adalah hal paling penting di muka bumi ini sekaligus langkah
awal kesuksesan dalam hidup.
Sukses bukan saja
menyangkut materi, jika kefanaan tak disertai jiwa yang sehat.
Sebagai makhluk yang berakal budi, menghormati dan menghargai hak-hak azasi manusia.
Sebenernya justru membantu seseorang terbebas dari kemiskinan jiwa sebab jiwa yang melarat telah menjadi kaya, terbebas dari belenggu rasa kekurangan, rasa tidak bahagia dan rasa khawatir yang berlebihan. Sha
Sumber :
1. San Jose, SharonMartin, LCSW
2. Michael Stockerdan
3. Elizabeth Hegeman, bookValuingEmotions, 1996
4. Stephanie Kang
Comments
Post a Comment