Mitologi Kerbau Dan Perubahan Status DIS


Sha Mantha


Kerbau merupakan hewan tangguh yang turut mengiringi perkembangan tekhnologi dalam peradaban dan kehidupan di Indonesia, dimana kerbau digunakan sebagai prasarana alat bantu transportasi untuk penarik gerobak juga pedati dan berfungsi  meringankan beban manusia dalam mengelola tanah pertanian.



Kerbau Ternak


Di masa saat ini, fungsi kerbau sebagai penarik pedati sudah sangat jarang dijumpai selain dipelihara sebatas untuk dikomsumsi daging serta susunya.

Dalam Kebudayaan Nusantara di Indonesia.

Kerbau bukan hanya sebatas hewan peliharaan saja yang pada perkembangannya memegang peranan penting dalam upacara adat istiadat pada suku-suku daerah di wilayah Nusantara Indonesia.

Begitupun kerbau Putih asal Ponorogo atau yang lazim dikenal dengan kerbau bule hewan Kesayangan Pakubuwana II.



Sri Susuhunan Pakubuwana II



Di Indonesia, Kraton Kasunanan Surakarta Solo Jawa Tengah, merupakan satu-satunya pelestari ritual upacara adat istiadat Suku Jawa yang diadaptasi dengan budaya Timur Tengah.

Mengemas unik perayaan malam pergantian tahun baru Islam dengan budaya asli Suku Jawa.

Ritual upacara adat istiadat ini berupa kirab budaya yang dikenal dengan kirab malam 1 Suro ( kalender Jawa ) dengan mengarak kerbau putih berjalan keliling keluar tembok istana.

 


Kirab Kerbau Bule Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat


Kerbau bule Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat merupakan pusaka kerajaan setelah Masjid Demak.

Meskipun keberadaan dari kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sendiri merupakan perwujudan dari berdirinya suatu dinasti kerajaan bernuansa Islami.

Namun budaya Jawa yang berasal dari peradaban Buddha Hindu tetap melatar belakangi karakter masyarakat suku Jawa yang dalam perkembangannya telah menganut aliran kepercayaan animisme dinamisme meskipun Islam menggantikan sistem pemerintahan monarki.

Berkat peran Sunan Kalijaga yang berhasil menyebarkan Islam di masa peralihan Majapahit Hindu tanpa merubah jati diri suku Jawa karena kemampuannya memasukkan pengaruh Islam ke dalam tradisi dan budaya Jawa itu sendiri.

Sementara kerbau bule menyimpan riwayat panjang sebagai ujung tombak perjalanan berdirinya Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang sebelumnya berada di Kartasura Jawa Tengah dipimpin oleh Pakubuwana II.

Sehingga Pakubuwana II sekaligus raja terakhir dari Kasunanan Kartasura yang memerintah tahun 1726 – 1742.

Kraton Kasunanan Kartasura rusak akibat serangkaian serangan dari para pemberontakan.

Pemberontakan tersebut dimulai oleh:

1. Warga Tionghoa yang selamat dari pembantaian etnis besar-besaran hingga menewaskan lebih dari 10.000 orang karena perintah Gubernur Jendral VOC Adriaan Valckenier di Batavia yang menyingkir ke timur mendesak Pakubuwana II menyerang VOC.

Sehingga pada:

Juli 1741
Pakubuwana II menumpas garnisun VOC yang bertugas di Kartasura, dan pada

November 1741
Pakubuwana II  mengirim 20.000 prajurit membantu kaum pemberontak mengepung kantor VOC di Semarang.

2. Pangeran Cakraningrat IV, bupati Madura Barat, ipar Pakubuwana II yang menawarkan diri bergabung dengan VOC, menyerang Kraton Kasunanan Kartasura dan berhasil merebut Kartasura pada Desember 1742.

3. Pasukan Orang-orang Jawa anti VOC yang kemudian melahirkan Sunan Kuning yaitu pemimpin pemberontak etnis tionghoa yang kemudian membantu Raden Mas Said putera Pangeran Arya Mangkunegara sekaligus pewaris Mataram yang kemudian mendapatkan wilayah kecil berbentuk kadipaten bergelar Mangkunegara I Raja pertama Puro Mangkunegaran Solo.

Menghadapi situasi pahit tersebut Pakubuwana II kemudian melarikan diri ke Ponorogo dan bertahta ( jumeneng ) di Ponorogo Jawa Timur.

Dalam masa pelarian tersebut, Pakubuwana II kemudian melakukan perjalanan ke barat bersama kerbau bule yang diberi nama Kyai Slamet.

Kerbau tersebut merupakan hadiah dari bupati Ponorogo Jawa Timur diperuntukkan kepada Pakubuwana II yang masih merupakan Raja Kasunanan Kartasura Jawa Tengah.

Setiba di desa kedunglumbu ( gladak Solo Jawa Tengah ).

Kebo KyaiSlamet berhenti tak mau beranjak menandai desa-desa yang disinggahi sebagai tapal batas kerajaan baru yang hendak di buat.

Tahun 1745.

Pakubuwana II kemudian membeli tanah-tanah disetiap desa tersebut kepada seorang lurah bernama Kyai Sala.

   Sehingga Pakubuwana II kemudian resmi menjabat sebagai raja pertama Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan memerintah sejak tahun 1745 – 1945 serta masih jumeneng atau bertahkta di Ponorogo Jawa Timur.

 



Sri Susuhunan Pakubuwana III


Takhta tetap dilanjutkan di Ponorogo hingga masa pemerintahan Pakubuwana III yang berkuasa sejak 1749 – 1788 sekaligus keturunan Mataram pertama yang menjabat sebagai Raja Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat ke-2 yang dilantik oleh Belanda.

Kemudian Tahun 1845.

Negari Kasunanan Surakarta Hadiningrat pun resmi berdiri dan beroperasi sebagai pusat peradaban baru di tanah Jawa menggantikan Kraton Kasunanan Kartasura.

Selain sebagai hewan kesayangan peliharaan Pakubuwana II.

Kerbau Kyai Slamet turut menjadi hewan peliharaan dinasty Kasunanan Surakarta Hadiningrat hingga saat ini.

 

Sri Susuhunan Pakubuwana X


Pemerintah negari Kasunanan Surakarta Hadiningrat kemudian berhenti di era kepemimpinan Pakubuwana X setelah 200 tahun kerajaan ini berdiri.

Perubahan Status Daerah Istimewa Surakarta di masa kini.

Salah seorang Putera Mataram dalam upaya pelestarian budaya Nusantara Indonesia yakni Bendoro Raden Mas Bandono putera ke-14 Sri Susuhunan Pakubuwana XII yang setelah dewasa  bergelar Gusti Puger berkisah tentang status Daerah Istimewa Surakarta Hadiningrat.



Sri Susuhunan Pakubuwana XII


Sebagai Putera Mataram, sekaligus pejabat distrik Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dimasa kini.

Perannya dalam kebudayaan sekaligus pelurus sejarah dari Kraton Kasunanan Surakarta tentulah sangat penting.

Sebagai Putera tokoh negari Kraton Kasunanan Surakarta yang bergelar Sinuwun ingkang mardika.

Gusti Puger melalui hari-harinya dengan sangat bersahaja.

"Saya menjalani lelakon/ perjalanan hidup." Ungkapnya.



Bendoro Raden Mas Bandono / Gusti Puger ( Kiri )

Jika dicermati, keseharian pria setengah baya ini patut diapresiasi mengingat kisah perjalanan hidup  Ayahandanya Sri Susuhunan Pakubuwana XII dalam memenangkan pertarungan hidup melawan dirinya sendiri hingga terbebas dari ego.

Begitupun yang dilakukan oleh Gusti Puger yang tetap dihormati oleh seluruh masyarakat di Kota Solo Jawa Tengah meski hidup bersahaja ( meski tidak mengenakan busana lengkap dengan atribute'nya ).

Menurut tokoh aktivis perempuan Sapma Pemuda Pancasila yang dijumpai secara terpisah menuturkan bahwa "Ego sebagai seorang Raja namun tak lagi memiliki rakyat dan tetap sumarah ( berusaha ) ya yang di jalani Sri Susuhunan Pakubuwana XII selama ini." Tuturnya.





Keterangan Foto Dari Kiri Ke Kanan;

Elhan Zakaria, Bendoro Raden Ayu Rahmaniah Djoyonegoro, Sha Mantha, Ian, Yusuf Budiono


"Kerugian sebagai sistem pemerintahan monarki jelas sangat besar mengingat saat ini setiap kerajaan di wilayah Nusantara Indonesia, telah di monopoli oleh negara sebab negari telah menjadi NKRI." Ucapnya menegaskan.

Perjalanan Akhir dari Negari Kasunanan Surakarta tersebut dimaksudkan dengan kemerdekaan negara Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Tanggal 18-19 Agustus 1945.

Tepat sehari setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya.

Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Puro Mangkunegaran Solo mengirimkan pesan berisi ucapan selamat kepada Soekarno - Hatta.

Pada 6 September 1945.

Kedua kerajaan di Kota Solo Jawa Tengah tersebut kemudian mendapat Piagam Penetapan dari Presiden Republik Indonesia.

Setelah pengakuan kedaulatan pada Desember 1949.

Pemerintah negara bagian Republik Indonesia mulai mereorganisasi wilayahnya.

Pada pertengahan tahun 1950.

Jawa dibagi menjadi 3 provinsi yaitu Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Timur.

Berdasarkan Undang-Undang Negara Bagian Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1950.

Karesidenen Surakarta sebagai wujud metamorfosis Daerah Istimewa Surakarta diatur menjadi bagian dari Provinsi Jawa Tengah.

Selain itu, semua swapraja (monarki pra Indonesia) yang masih ada baik secara de jure maupun de facto dihapuskan dengan UU Nomor 18 Tahun 1965.

Dengan demikian berakhirlah sudah kekuasaan monarki-monarki Surakarta di bidang Pemerintahan.

Kondisi ini semakin diperkuat dengan penjelasan UU Nomor 32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah yang menyatakan daerah istimewa adalah Daerah Istimewa Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Namun, akankah Daerah Istimewa Surakarta akan hidup kembali ditengah negara kesatuan Republik Indonesia mengingat munculnya pengakuan Daerah Istimewa lain seperti Aceh dan Yogyakarta? Sha


Dari Berbagai Sumber

Comments