Sriwijaya-Siak Nusantara Yang Dilupakan

Sha Mantha

                                   

Pada akhir abad ke-7

Berdiri suatu kerajaan beraliran Buddha Mahayana bernama Sriwijaya yang menjadi awal simbol kebesaran Sumatera dan kerajaan terbesar Nusantara dengan kekuatan bahari yang pernah berdiri di pulau Sumatera yang banyak memberi pengaruh di Nusantara.

Kerajaan ini berdiri kuat berkat kemenangan yang gemilang dimedan peperangan.

Dibawah kepemimpinan Dapunta Hyang Sri Jayanasa yaitu maharaja Sriwijaya pertama sekaligus pendiri Kadatu'an Sriwijaya yang berkuasa sepanjang tahun 671 M hingga 702 M.

Dapunta Hyang mendirikan Kerajaan Sriwijaya setelah mengalahkan musuh-musuhnya di Jambi, Palembang, Lampung Selatan, Pulau Bangka dan Tarumanegara Jawa Barat.

Tarumanegara merupakan kerajaan tertua di Nusantara Hindu beraliran Wisnu dan berkuasa pada abad ke-4 hingga abad ke-7.

Penaklukan Kemaharajaan Sriwijaya juga meliputi daerah kekuasaan Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera dan Jawa Tengah. 

Perluasan wilayah kerajaan Sriwijaya di Sumatera ke Jawa Tengah dilakukan dengan perpindahan Wangsa Sailendra ke Jawa.

Tahun 717 M

Pengaruh Sanjaya - Kerajaan Medang yang bercorak Hindu aliran Siwa mulai dominan di Mataram kuno, menggantikan agama Buddha di Jawa Tengah.

Pada Tahun 752 M

Wangsa Sailendra sebagai anggota mandala Sriwijaya berkuasa atas Sriwijaya dan Jawa yang sekaligus berkuasa atas Sriwijaya dan Kerajaan Medang ( Mataram kuno ), yaitu Sumatera dan Jawa.

Wangsa Sailendra berkuasa secara bersamaan di Jawa Tengah dan di Sumatera.

Sriwijaya sangat ahli dalam menjalin hubungan diplomatik luar negeri dan menjalani hubungan politik yang sangat baik dengan Kekaisaran Tiongkok untuk memperkuat posisinya atas penguasaan di kawasan Asia Tenggara.

Sriwijaya membangun hubungan politik luar negeri dengan Kerajaan Pala India yang kemudian terpengaruhi dengan budaya Hindu di India.

Islam mulai dipelajari ketika
Pada tahun 718 M
Maharaja Sriwijaya yaitu Sri Indrawarman mengirimkan sepucuk surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Kekhalifahan Umayyah.

Meskipun memiliki kekuatan ekonomi dan keperkasaan militer.

Sriwijaya hanya meninggalkan sedikit tinggalan purbakala di jantung negerinya di Sumatera. 

Bukti fisik mengenai Sriwijaya dapat ditemukan pada sebuah kuil Tua Yang Agung, yang terletak di Muara Sungai.

Dengan Stupa teratas campuran dari bentuk candi Buddha dan Siwa.

Yaitu sebuah situs candi Buddha yang terletak di desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Riau, Indonesia.

Muara Takus adalah ibukota kerajaan Sriwijaya sekaligus Pusat pemerintahannya.

Situs ini berjarak kurang lebih 135 kilometer dari Kota Pekanbaru.

Di dalam kompleks ini terdapat beberapa bangunan candi yang disebut dengan Candi sulung /tua, Candi Bungsu, Mahligai Stupa dan Palangka.

Kemaharajaan Sriwijaya memudar di abad ke-14

Ketika tahun 1344 M - 1414 M

Sri Maharaja Parameswara kemudian mendirikan Kasultanan Malaka setelah invasi angkatan laut Majapahit pada tahun 1398 di Singapura.

Malaka merupakan Kesultanan Melayu yang baru, sebagai basis utama dalam melanjutkan perjuangan Sriwijaya.

Walaupun Kesultanan Malaka sangat kuat dipengaruhi oleh agama Islam namun dalam menjalankan pemerintahan, kerajaan ini tidak menerapkan pemerintahan Islam sepenuhnya.

Pada abad ke-15

Malaka menarik pedagang muslim dari berbagai belahan dunia dan kemudian menjadi pusat penyebaran Islam ke seluruh Kepulauan Melayu.

Islamisasi di seantero Nusantara kemudian melatarbelakangi berdirinya kerajaan Nusantara Melayu Muslim.

Pada 1511 M

Kasultanan Malaka jatuh atas taklukan Portuguese

Disusul wafatnya Sultan Mahmud Syah tahun 1528 di Kampar Provinsi Riau.

Kasultanan Malaka kemudian dilanjutkan oleh Sultan Alauddin Syah yaitu putra raja Malaka dengan menjadikan Johor sebagai pusat pemerintahannya dan kemudian dikenal sebagai Kesultanan Johor.

Hingga pada 1699
Sultan Mahmud Syah II wafat tanpa pewaris atau ahli waris

Akibatnya terjadi perebutan tahta di Kasultanan Johor

Pada tahun 1723-1726

Kemudian berdiri kerajaan Islam Kesultanan Siak Sri Inderapura yang merupakan induk dari Malaysia.

Dalam perkembangannya
Kesultanan Siak muncul sebagai sebuah kerajaan bahari yang kuat dan menjadi kekuatan yang diperhitungkan mencakup luas 2/3 Sumatera dengan luas wilayah yang meliputi Aceh, Palembang, Semenajung Malaya- Malaysia - Singapore dan Brunei Darussalam.

Pasang surut kerajaan ini tidak lepas dari persaingan dalam memperebutkan penguasaan jalur perdagangan di Selat Malaka.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Sultan Siak terakhir, Sultan Syarif Kasim II menyatakan kerajaannya bergabung dengan Republik Indonesia

Tahun 1945-an
Kerajaan siak menyumbang setara 1 Triliun rupiah ( nilai mata uang saat itu ) untuk mendukung kemerdekaan negara Republik Indonesia

"Di Tahun 1946-Sultan Syarif Kasim II Beliau berpesan ke-orangtua kami ( Putera-Puteri Keturunannya saat itu ), untuk tidak lagi melanjutkan sistem Kerajaan dan bergabung saja sebagai bagian dari negara Republik Indonesia." Ujar salah seorang Cicit Sultan Syarif Kasim II yang penulis temui di kediamannya di Riau pada 2/08/20.

"Amanah pesan Sri Sultan setelah Kerajaan Siak bergabung dengan negara Republik Indonesia dimasa kini yang kami jaga adalah selalu mengenakan Tengku-luk / tanjak = Ikat kepala pria, kemanapun kami berdiri di tanah Sriwijaya - yang menjadi identitas kami sebagai orang Melayu asli saat ini."Ujar salah seorang Cicit Tuanku Tambusai suku Melayu bergelar Tengku menerangkan

"Terkadang kami tidak nyaman di zaman modern seperti sekarang ini mengenakannya, terlebih jika ditempat umum ditengah keramaian tapi Tanjak akan selalu bersama kami kemanapun kami pergi, tidak akan pernah lepas dari sekitar tubuh kami." Lanjutnya

"Untuk kaum wanita, ada kain tenun asli Khas Kerajaan Siak yang disilangkan diatas pakaian yang dikenakan sebagai perlengkapan pakaian adat." Urainya mengakhiri

Keadaan seperti ini yang pada akhirnya
Membawa nasib keturunan Kerajaan Siak terakhir yang kemudian menjadi tidak menentu usai negeri ini mengenyam kemerdekaannya.

Melempar jauh tradisi, adat istiadat, seni budaya Melayu ditanah air kehidupannya sendiri seperti hidup dinegeri antah brantah.

Terpinggir, tersisih, terpencil-terasing didalam istananya sendiri.

Mengucilkan - Masyarakat Melayu yang berasal dari Kasultanan Malaka yaitu keturunan Maharaja Parameswara Kerajaan Sriwijaya- roh dan jantung Sumatera.

Penegak Melayu kuno yang mengantarkan bahasa melayu di penjuru Nusantara menuju Bahasa Indonesia modern.

Yang sejak abad ke-7, bahasa Melayu kuno telah digunakan di Nusantara yang digunakan secara meluas oleh banyak penutur di Kepulauan Nusantara sekaligus menjadi bahasa pengantar yang kemudian melahirkan bahasa Indonesia modern.

Melayu Nusantara yang cemerlang di Asia Tenggara sejak abad ke-7

Setelah INDONESIA merdeka bahkan hingga saat ini, banyak ditemukan kasus "Raja Siak palsu" yang berniat buruk kian menyudutkan hak-hak keturunan Sultan Syarif Kasim II yang justru hidup dipinggiran tanpa pengakuan.

Sikap APATIS dari aparatur pemerintahan INDONESIA baik di daerah yang bahkan pusat yang telah menutup mata akan nasib Melayu Riau kini.

Kaum Melayu yang hanya bergelayut pada satu harap dibalik Lembaga adat Melayu Riau ( LAMR ) yang diketuai oleh Al - Azar di Pekanbaru Kepulauan Riau saat ini.

Berjalan terseok beriringan ditengah peradaban manusia yang sedang menuju peradabannya. Sha

Dari Berbagai Sumber



Comments