Make Up Mengubah Hidupku


                           

              Menjadi seorang penata rias wajah sebenarnya bukan angan-anganku. 

Aku bukan kutu buku.

Dulu ketika usiaku 11 tahun, aku sempat sangat menyukai membaca buku.

Kemudian kualihkan kesibukanku dengan menulis, membuat cerita pendek dan kukirim ke beberapa redaksi majalah remaja.

Meskipun tidak ada satupun yang diterbitkan.

Tapi rasanya sangat senang, ketika puisi-puisi, pantun-pantun dan cerpenku, ditempel majalah dinding yang selama 3 tahun terbit disudut sekolah dan rutin setiap minggu menjadi tulisan tetap disekolahku.

Sejak pagi hingga sore hari.

Waktuku habis di lingkungan sekolah dan setiba dirumah menonton acara drama serial TV Jepang, kadang sesekali sembunyi-sembunyi dikamar membaca novel dan komik-komik yang entah bagaimana caranya bisa kupinjam.

Siang itu.

Sepulang sekolah tepat beberapa minggu ketika duduk dikelas 7. Tanpa lebih dulu mengganti seragamku, kulempar tas sekolahku begitu saja ke kamarku dan langsung bergegas menuju meja makan.

Buru-buru ku ambil piring di dapur untuk bergegas makan siang.

Mataku tertuju ke arah buku yang baru saja dipinjamkan oleh teman terbaikku saat itu.

Sembari memegang piring, kuayunkan langkah ke ruang tamu, lalu duduk diatas kursi panjang, kemudian meletakkan piring diatas meja ruang tamu.

Kusuapkan perlahan makanan dari sendok kemulutku sambil terus menatap buku ditanganku.

Sudah berjam-jam ternyata belum juga habis makanan dipiringku sementara nenekku berjalan mondar-mandir keluar masuk mengawasiku dan tanpa banyak bicara langsung  melempar seluruh bukuku ke halaman rumah.

Seketika aku berdiri dan berlari menyusul ke mana buku-bukuku berpindah tempat.

Tapi apesnya lagi.

Belum sempat kupungut buku-buku yang bahkan belum sempat kubaca seluruhnya, hujan tiba-tiba turun mengguyur deras membasahi kertas-kertas yang berserakan didepanku.

Agak sedih karena itu adalah dunia baruku, namun seketika terenggut setelah ternyata tidak membuat orang lain disekelilingku merasa senang dan bahkan terganggu.

Aku kemudian mengikuti seluruh kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, termasuk semua jenis olahraga dan Pramuka.

Dari situ aku menemukan cara dan tempat untuk  bergaul sekaligus menghabiskan waktu.

Sehingga aku memiliki alasan untuk berangkat sekolah lebih awal dan pulang setiap jam 5 sore.

Aku kurang memiliki minat dengan pelajaran di sekolah dan semua nilai raportku hampir seluruhnya merah.

Meskipun sejak kelas 1 hingga kelas 6 SD , aku sangat berprestasi dan selalu memegang peringkat 1 di sekolah.

Aku juga ikut kursus menari sewaktu kelas 2 SD dan di setiap acara pesta perayaan kemerdekaan Indonesia, aku pasti diundang pentas untuk menari tarian klasik anak-anak di daerahku, selain menjadi pelatih menari kreasi modern untuk anak-anak disekitar lingkungan tempat tinggalku.

Aku menambah sendiri jadwal latihan menariku dan tidak akan pulang sampai latihan dimulai meskipun tidak ada  peserta lainnya yang datang.

Karena dari menari bisa membuat seseorang akan melakukan perjalanan dan berkeliling dunia.

Dan untuk itulah aku ingin menjadi penari.

Aku juga suka fotografi sejak kelas 6 SD.

Dan mulai pergi berkemah setiap satu sampai dua bulan sekali  dengan membawa kamera pocket hadiah dari Ayahku.

Aku tidak akan memotret alam, gunung, apalagi pemandangan sekitarku.

Tapi.

Aku mengajak semua teman-temanku mejeng dengan berbagai bentuk rupa, bergaya sesuka mereka, tujuanku cuma satu.

Mendekati semua orang, mendapatkan tempat di hati mereka,tidak terbatas umur, status latar belakang. 

Siapapun itu, yang pasti adalah lingkungan dimana aku bergaul.

Alhasil, semua kelompok dan Genk disekolahku memasukkan namaku sebagai tukang poto mereka.

Hingga aku kelas 2   SMP.

Aku mengukir prestasi di bidang lain dan suatu ketika aku mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikanku di bangku Sekolah Menengah Atas selama satu tahun dan digeratiskan semua biaya pendidikanku hingga lulus.

Karena mendapat juara pertama disuatu lomba menyanyi tingkat daerah hingga Kabupaten tempat tinggalku saat itu.

Hingga lulus SMA.

Aku masih bersikeras untuk melanjutkan pendidikanku di Universitas Seni Indonesia karena tertarik untuk masuk ke jurusan seni tari klasik.

Namun saat tiba di petunjuk kehidupan, mimpi itu terhenti.

Pantai Beteng Portugis-Jepara Jawa Tengah

                         

Sewaktu SMA.

Aku yang selama Sekolah Dasar hingga SMP terbiasa hidup penuh dengan kebebasan.

Ayah dan Ibuku berhasil menciptakan karakterku sejak hari pertama aku masuk sekolah.

Mereka mengubahku menjadi gadis rumahan, yang selalu pulang sekolah tepat waktu, dengan ciri khasku yang berambut panjang terurai, mengenakan bando bertas punggung kulit warna coklat lengkap dengan sepatu boot hitam andalan.

Otomatis aku mendapat julukan dengan penampilan baruku, dan bukan layaknya bak lady rocker tapi penyanyi dangdut, rambut sebokong, plus kepala biji tauge karena helm motor moge yang setiap hari kupakai saat berangkat dan pulang sekolah.

Aku tidak menyukai itu meskipun setiap hari aku merengek minta ganti model sepatu,  karena ibuku justru mengganti sepatuku dengan jenis boot baru.

Setelah lulus SMA.

Dengan berat hati harus kutempuh pendidikan yang berpusat pada angka.

Sebenarnya sedikit tidak suka tapi akhirnya selesai juga pendidikan itu yang selama 4 tahun memberiku gelar sarjana Akuntansi Keuangan.

Di upacara wisudaku pagi itu.

Ayahku mengenakan batik sutera dan ibuku terlihat sangat cantik dan anggun mengenakan kebaya songket yang dijahitnya sendiri. 

Kedua orangtuaku  turun sumringah dari dalam mobil pick up yang masih dibungkus plastik berwarna kuning.

Mobil dinas untuk mengangkut sampah, lengkap berplat merah.

Menyandang Sarjana akuntansi memberiku kehidupan dibeberapa bidang pekerjaan dengan posisi yang lumayan bagus di beberapa perusahaan perbankan milik swasta.

Dan aku juga sempat bekerja sebagai tenaga kontrak di sebuah kantor pusat instansi pemerintahan Jakarta.


Sekretariat Jendral Mahkamah Agung RI

                           

Jalan yang seharusnya membawaku sampai kepada impian ibuku untuk menjadi seorang Pegawai negeri seperti ayahku.

Menjadi anak seorang pegawai negeri dengan segala kesahajaannya.

Tidak menggerakkan minatku untuk berkehidupan seperti orang tuaku yang sehari-harinya bekerja di sebuah instansi pemerintahan daerah di kota Solo Jawa Tengah.

Ayahku adalah seorang arsitek yang berspekulasi dengan memilih bidang ini tanpa sepengetahuan kedua orangtuanya yaitu kakek dan nenekku.

Ia telah menyelesaikan studinya di fakultas kedokteran dan sedang menempuh perjalanannya untuk menyandang gelar sebagai dokter hewan.

Namun disetengah jalan Ia berputar arah dan diam-diam melanjutkan pendidikan di fakultas teknik

Sebagai alumni sarjana Teknik lulusan Universitas Gajah Mada. 

Tentu saja dengan mudah memberinya peluang bekerja dimana saja.

Tapi dibalik itu, aku kemudian tau jika ternyata Ia menyimpan minat pada seni rupa namun menyimpannya sebatas pada gambar-gambar rangka bangunan dengan angka-angka rumitnya.

Setelah kedua orangtua dari ayahku meninggal dan menjelang masa pensiun.

Ayahku baru mulai melukis dan bermain piano. 

Selama bekerja dengan aktifitas yang sama, bangun di pagi buta dan pulang bekerja setiap sore.

Aku merasakan hidup seperti dikejar sepanjang hari dengan menghabiskan waktu dibelakang meja.

Duniaku menjadi sangat sempit.

Aku hampa dan aku masih tidak tau mengapa, tapi aku benar-benar sudah mati rasa.

Dan sulit menemukan warna hidup bahkan sulit dan tidak bisa lagi menikmatinya.


Beuaty Class CIBTAC and Photography

       

Hidupku menjadi tidak memiliki arahnya lagi dan berjalan tanpa tujuannya hingga sampai di sebuah lembaga pendidikan khusus kecantikan.

Tanpa pikir panjang, aku segera mendaftar dengan segenap yang kumiliki. 

Dan kembali lagi dihari berikutnya meski tidak tau untuk apa aku disini.


Beauty Class CIBTAC And Photography

                           


Di hari pertama.

Kelas yang sepi dengan pendingin ruangan yang menusuk ke tulang.

Seorang wanita paruh baya tiba di depan ku dengan wajah datar.

Tidak banyak yang diucapkannya, selain memberi arahan kepadaku.

Ya...

Aku dikelas itu sendirian karena terlambat mendaftar.

Namun dari situ juga.

Aku menemukan ide untuk merancang membuat gaun, mengaplikasikan make up dan menata rambut.

 


                    

Semua aku design sendiri


            

Aku ke pasar grosir untuk batu-batu Swarovski lalu pindah dari mall ke mall untuk membeli kain.

Aku keliling dari satu boutique ke boutique lainnya, dari toko demi toko, satu grosir dan tempat grosir yang satunya, hanya untuk mendapatkan sepasang sepatu.

Aku senang melakukannya, selain untuk kebutuhan properti profesi baruku.

Sepatu-sepatu dan semua kebutuhan di dunia kecantikan dari ujung kepala hingga ujung kaki di dunia baruku itu,  telah benar-benar membuatku hidup baru. 




             

Setiap hari aku menemukan hal-hal baru. 

Setiap hari aku menciptakan tema, menentukan warna, membuat konsep,dan dari tiap tempat  menghasilkan kreativitas terbaik.



                     



Inbox SCTV

Setiap hari aku bertemu orang-orang baru, berdiri ditengah hingar bingar berbagai ragam kehidupan yang sangat menyenangkan untuk dilakukan.

Memburu berbagai brand kosmetik, mendesign pola dan menjahitnya di perancang busana lulusan sekolah Mode ternama di Jakarta, bertukar pikiran dan menghasilkan suatu karya sesuai kebutuhan untuk membuat setiap sesi pemotretan.


HUT DKI Jakarta-RCTI

                   

Aku menjelma menjadi muda yang periang dan senang meskipun harus bangun setiap jam 3 pagi dengan tujuan hidup yang begitu menyenangkan.

Dalam sehari, aku berpindah minimal 3x tempat kerja di penjuru kota Jakarta.

Aku bahagia dengan itu semua dan kesekian kalinya ditiap akhir pekan selama lebih dari 6 bulan membuat projek kerjasama dengan majalah cetak wanita ternama di Jakarta. 

Bukan aku yang dipampang di majalah itu, tapi hasil karyaku.

Aku yang bahkan bukan siapa-siapa, menyelesaikan satu projek dan bekerja sama dengan perancang busana untuk suatu peragaan busana terbesar di Indonesia.


Jakarta Fashion Festival

                  

Aku yang bukan didikan lembaga agency model manapun, berdiri menari di tengah kerumunan orang di beberapa event launching produk kosmetik khusus remaja milik sebuah brand kosmetik nomor 1 di Indonesia.


Team Art Martha Tilaar-Jakarta

                 

Aku yang kurang pergaulan, tidak menyadari telah berada didalam sebuah studio televisi swasta dan diundang sebagai Nara sumber untuk acara talk show, disorot lampu dan kamera dari berbagai sudut, disambut riuh rendah tepuk tangan ketika pembawa acara televisi terbaik di Indonesia kala itu berdiri disampingku.

Aku yang hidup penuh dengan tekanan, tetap akan ada dibelakang panggung acara musik harian di beberapa stasiun televisi swasta dan tiba dua jam lebih dulu.


SCTV Awards
         

Dan sebagai bonusnya.

Aku yang tidak pernah mengidolakan bintang dan idol, namun berkesempatan untuk sekedar berfoto bareng di belakang panggung, bahkan berteman dan menemukan teman baru dari berbagai kalangan.

Tugasku adalah bagaimana caranya untuk bisa membuat mereka semua segar dan terlihat menawan.

Lebih baik membersihkan kuas-kuas make up yang kotor, merapikan perlengkapan pekerjaanku dan duduk tenang di ruang rias.

Disitulah ruang kerjaku.

Tempatku dibelakang panggung. Dan mendukung setiap acara mereka.

Dan aku akan datang lebih awal dan bisa pulang lebih cepat atau paling akhir.


MNCTV-Global TV

              
               Ada hati yang sakit dibalik senyuman itu

Ada pengorbanan besar di seluruh hasil akhir

Ada perjuangan luar biasa sejak fajar menyingsing hingga pagi buta 

Lelah terbayar akan wujud karya seni cipta

Ada airmata dan tetesan keringat ketika mewujudkannya


Beauty Class CIBTAC And Photography

Tidak ada akhir dan ujungnya untuk belajar 

Tidak ada alasan untuk menolak setiap peluang disertai usaha upayanya. 

Ketika dari berprofesi sebagai penata rias dan rambut khusus artis. 

Satu kesempatan emas berikutnya datang menghampiriku.


Movie Project


Aku yang tidak pernah diberi kesempatan untuk memerankan karakter apapun di komunitas theater di kampusku dulu.

Aku yang hanya akan mendapatkan bagianku sebagai pembuat teh, penyedia konsumsi dan duduk dibelakang panggung.

Mendapat peluang bekerja di sebuah rumah produksi.


Movie Project-Toilet Blues


Aku menjadi crew yang saat hujan dan panas berpayungkan langit dan bintangn malam, namun juga diberi kesempatan untuk mendapatkan peran.


Movie Project-Toilet Blues

        
              Kemudian perlahan terbuka jalanku di bidang modeling, yang kuperoleh dari komunitas                          fotografi se Asia Tenggara dan dunia.

Dari model situs Model Mayhem yang berbasis di Amerika Serikat, aku mendapatkan pekerjaan perdanaku sebagai model profesional dengan berbagai sesi pekerjaan pemotretan yang dilakukan oleh fotografer dari berbagai dunia. 

Aku tidak perlu susah payah datang ke negara-negara di luar negeri untuk menjalankan profesiku karena para ahli fotografi , seperti dari Amerika Serikat - Jepang - Malaysia - Singapura, Korea Selatan bahkan Russia serta komunitas fotografi dari seluruh Indonesia itu sendiri. Yang disudut manapun kakiku berdiri, disitulah mereka akan menemukanku.

Mereka tidak hanya membuatkan foto, namun juga sangat menghormatiku.

Dan semua itu aku peroleh ketika  menjadi penata rias wajah dan rambut saat menggarap proyek film layar lebar.

 

  

Movie Project Toilet Blouse


Jalan hidup yang sebelumnya sangat membingungkanku.

Karena sebenarnya dengan menuliskan ini rasanya seperti sedang mengungkapkan dan menelusuri masa laluku yang sangat memalukan. 

Aku juga sempat membuka kantor media massa lokal di Indonesia yang tentunya memiliki ijin serta berstandar Internasional.


Susi Ambar Rukmi

Media tersebut berbentuk tabloid serta majalah cetak juga online serta sudah mengeskpor lebih dari 100 keping majalah cetak ke negara Sakura Jepang.

Namun tak berapa lama, aku menutup kantor ini, dan beralih menulis naskah untuk film dan menyiapkan materi bukuku.

Aku tidak pernah tau akan menjadi seperti apa, yang aku tau hanya bagaimana caranya untuk tidak duduk diam tak melakukan apa-apa.

Untuk beberapa lama, aku sempat tidak mampu lagi berfikir dan kenapa melakukan ini.

Atas saran seorang teman, aku menulis artikel di blog pribadiku.

Aku bukan ahli IT, aku buta dengan tekhnologi yang bahkan belum menghasilkan uang sejak blog ini aku buat dipertengahan tahun 2012 silam.

Dan ini hal paling menyenangkan ketika ternyata, aku begitu tertarik pada perkembangan diri.

Aku tidak akan membiarkan begitu saja, masalah datang dan pergi begitu saja.

Masalah yang sebenarnya muncul dari penolakanku.

Dulu

Aku akan berfikir tentang bagaimana caranya untuk disukai disuatu tempat, lingkungan dan ruangan baru. 

Yang seiring waktu

Aku hanya perlu beberapa menit untuk menentukan, apa saja, siapa saja dan orang-orang seperti apa yang aku sukai.

Pentingnya waktu, menentukan lingkunganku.

Aku akan bangun tidur sedikit terlambat dan membiarkan orang lain mengikuti waktuku.

Aku yang sudah terbiasa menghargai waktu sedang berada ditengah kelompok yang tidak terikat waktu tapi produktif dan sukses.

Penulis komik Jepang berjudul Doraemon mendulang sukses besar dari menciptakan tokoh dongeng anak-anak pengkhayal dan sangat pemalas yang sebenarnya adalah cerita sehari-hari dari sang penulis itu sendiri.

Tetaplah saja seorang pemalas dan pemimpi, terlepas siapapun itu adalah seseorang yang sangat menghargai waktu dengan memaksimalkannya bahkan sekedar bermalas-malasan untuk tidur siang sepanjang waktu.

Dari kemauan yang dilakukannya secara terus menerus, sang penulis komik yang pemalas itu kemudian menciptakan ruang imajinasi tinggi pada setiap anak-anak yang membaca cerita-cerita fiksi tidak masuk akal didalam tiap alur kisah yang ditulisnya.

Dan aku tumbuh dengan imajinasi tinggi yang berasal dari komik Doraemon itu.

Dengan baling-baling bambu

Nobita bisa terbang kapanpun dan masih ada pintu ajaib untuk keluar dari masalah yang tidak mungkin dapat diselesaikan dengan logika, ditambah kantong ajaib yang seperti gudang serba ada, apapun yang diinginkan oleh Nobita yang cengeng, penakut dan manja. 

Kucing yang berasal dari masa depan tiba-tiba muncul dari laci meja belajar kembali ke masa lalu karena mesin waktu.

Berteleportasi sama dengan wujud imajinasi liar.

Imajinasi yang kini membawaku pada sebuah perjalanan yang terjadi secara terus-menerus.

Dan aku tidak akan pernah menyerah dengan harapan.

Keadaan terasa sulit tapi aku tidak melepaskan harapan-harapan akan kehidupan yang lebih baik.

"Hati adalah ladang tempat harapan bersemai" Film Biola Tak Berdawai karya Penulis - Sutradara - Produser, Sekar Ayu Asmara.

Aku menerima banyak kritik dan saran, menampung, mencerna dan menjadi lebih bijak dan tidak egois dengan mengikuti dan melakukan semua saran orang.

Meskipun ketika aku sedang melakukan kesalahan dan tidak mengindahkan setiap saran bukan berarti aku tidak sedang berintrospeksi diri.

Aku tidak pernah meminta maaf kepada orang-orang terdekatku.

Tapi jika aku tengah meminta maaf secara berulang-ulang pada seseorang.

Begitulah ketika aku sedang meminta untuk ditinggalkan sendirian. 

Aku mengerti bagaimana tersiksanya kesepian di tengah keramaian.

Ketika berada di fase hidup yang dihantui oleh perasaan ketakutan.

Saat kapanpun dibenturkan dengan hal itu.

Akan memunculkan perasaan akan;

1. Takut dihakimi

2. Takut ketika tidak disukai kemudian dibenci 

3. Takut saat dihujat bahkan dipukuli karena melakukan satu kesalahan demi kesalahan.

Seiring waktu

Ketakutan terhadap sikap-sikap yang telah lebih dulu diterima ternyata sama sekali tidak membuatku belajar.

Tapi pada akhirnya aku menyadari, jika ternyata Tuhan sedang dan telah melakukan hal-hal yang tidak bisa kulakukan sendiri.

Aku mempelajari banyak hal dengan cara yang sulit tepat ketika aku sudah selesai bertahan hidup.

Dan dari situ aku diselamatkan.

Tentu jika siapapun itu peka dan telaten pada fase perkembangan ini. 


Susi Ambar Rukmi

              Hal ini yang akan membuat siapapun itu mengetahui tentang kebebasan dan kebahagiaan baru.

Intuisi yang kemudian membuatku tau tentang bagaimana menangani situasi yang dulu membingungkan.

Menjadilah seperti apa yang engkau inginkan.

Salam Hangat

              Susi Ambar Rukmi                    



Comments