Sha Mantha |
Rusia memegang kunci utama dari sebuah
cerita ini dimulai dan panggung sudah digelar untuk sebuah pertunjukan kekuatan.
Seolah sedang memenuhi permintaan Rusia
agar anggota NATO tak menebar keprihatinannya atas Ukraina di publik.
Namun ketidaksempurnaan cerita yang
diberikan oleh Rusia, membuat Rusia panen kritik atas penampilannya pada tahun
2014 silam.
Rusia masih bungkam namun tak berhenti
menyerang tanpa klarifikasi sama sekali sehingga membuat penonton gelisah atas
ketidakjelasan yang terjadi akhir-akhir ini.
Akibat dari pergerakan pasukan berskala
besar tanpa pemberitahuan sebelumnya, tentu saja telah mewakili aktivitas yang
mengancam dan mengganggu kestabilan yang ada.
Pada 2015
Tak lama setelah konflik di tahun 2014
tersebut, pemberontak separatis yang didukung Rusia di kawasan timur terlibat
peperangan dengan militer Ukraina.
Ukraina masih menyimpan trauma atas perampasan
wilayah krimea yang dilakukan oleh Rusia tahun 2014 silam.
Namun Ukraina
kini kembali
tak sanggup membendung kekerasan di kawasan timur wilayahnya, yang dikuasai
oleh kelompok pemberontak pendukung Rusia, yang kembali meletup pada pekan ini.
Ukraina yang merasa terdesak, menuding
Rusia sengaja menumpuk belasan ribu personel militer di perbatasan kedua negara
tersebut.
Dilaporkan 20 tentara Ukraina meninggal
dan 57 lainnya terluka dalam kontak senjata dengan pemberontak sejak awal 2021.
Padahal, kedua belah pihak sudah meneken perjanjian gencatan senjata.
Namun, kesepakatan itu dinilai rapuh.
Zelensky lantas meminta bantuan kepada sekutunya, Amerika Serikat, untuk
menghadapi Rusia.
Negara anggota kelompok G7 bahkan
terpancing turun tangan melerai pertikaian dan meminta Rusia agar segera
menghentikan provokasinya di perbatasan Ukraina, selasa (13/4/2021).
Mereka juga meminta seluruh pihak yang
bertikai menerapkan kesepakatan damai Minsk II, yang melarang pengarahan tank
dan senjata berat lainnya.
G7 merupakan kelompok negara yang memiliki
kekuatan ekonomi di dunia.
Kelompok itu terdiri dari Amerika Serikat,
Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Kanada, dan Jepang.
Para menteri luar negeri G7 menyampaikan
hal itu dalam seruan bersama saat pertemuan Pakta Pertahanan Atlantik Utara
(NATO) di Brussel, Belgia.
Upaya damai senantiasa mewarnai ditengah
kecamuk dan ketegangan peperangan.
Dan peperangan berpotensi akan sebuah kesepakatan
perdamaian.
Amerika Serikat mulai membandingkan
konflik tahun 2021 yang terjadi pekan ini, dengan sebuah pernyataan mengenai jumlah
pasukan Rusia di perbatasan Ukraina saat ini yang jumlahnya lebih besar dibanding
konflik tahun 2014 silam.
Pada Maret 2021
G7 kembali membuat pernyataan, tidak akan
mengakui perebutan wilayah Krimea yang dilakukan oleh Rusia di Ukraina.
G7 juga mendesak Rusia agar menjunjung
tinggi prinsip dan komitmen internasional yang telah ditandatangani mengenai
transparansi gerakan militer.
Ketegangan muncul saat pihak Ukraina
menuduh Rusia telah mengerahkan ribuan tentara di perbatasan utara dan timur
serta di Krimea yang diduduki.
Atas tuduhan tersebut, Rusia juga tidak membantah pengerahan pasukan yang
terjadi, tetapi Rusia masih bersikeras jika mereka tidak berniat mengancam
siapa pun di Ukraina.
Pertempuran tersebut sedikit mereda pada
2020
Melalui kesepakatan perjanjian gencatan
senjata yang diberlakukan.
Namun, kontak senjata kembali terjadi lagi
sejak awal tahun 2021 ini
Situasi semakin keruh diantara kedua belah
pihak yang kemudian saling menyalahkan.
Militer Ukraina menyebut salah satu anggotanya tewas pada Sabtu (10/4/2021) ini,
saat pejuang separatis melepaskan tembakan dengan senjata ringan.
Sementara seorang tentara lainnya ditembak
mati dan terluka pada Senin (4/4/2021) kemarin.
Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba, dijadwalkan bertemu dengan Kepala
NATO, Jens Stoltenberg, beserta Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken di
Brussel.
Menjelang kunjungan ke Belgia, Blinken dan Stoltenberg berbicara melalui
telepon membahas berbagai masalah salah satunya mengenai konflik Ukraina dan
Rusia.
Termasuk kebutuhan mendesak bagi Rusia untuk menghentikan pergerakan militernya
yang sangat agresif di sepanjang perbatasan Ukraina dan di Krimea yang didudukinya.
Blinken juga sudah memperingatkan Rusia supaya tidak terus menekan Ukraina.
Para menteri tersebut memperbaiki kesalahan dan berharap sebuah perdamaian
dengan meralat ungkapan keprihatinan mereka atas sikap Rusia yang mengirim
pasukan di perbatasan Ukraina dan Krimea yang terjadi tahun 2014 silam.
Namun sedikit
berseberangan
dengan anggota anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), yang kini
sedikit menegang.
Hubungan
Turki dan Rusia yang semula
terlihat
akrab.
Saat kedua negara tersebut terlibat kerja
sama di sejumlah negara dan wilayah di Nagorno-Karabakh di antara Armenia dan
Azerbaijan, Libya dan Suriah yang dilanda konflik.
Pada akhirnya turut menyeret perseteruan antar keduanya.
Turki kini berbalik mengkritik Rusia yang
merampas wilayah Krimea di Ukraina tahun 2014.
Turki menyatakan dukungannya atas Ukraina
untuk mempertahankan keutuhan wilayah kedaulatan.
Turki masih berusaha
mempertahankan hubungan kerjasama dengan Ukraina usai menjual alusita pesawat
nirawak (drone) kepada Ukraina pada 2019 silam.
Setelah mengetahui sikap Turki tersebut.
Rusia kemudian memutuskan membatasi jumlah
penerbangan dari kedua negara sejak 15 April hingga 1 Juni 2021.
Rusia masih berdalih terhadap kasus
lonjakan pandemi virus yang terjadi di Turki.
Hal tersebut tentu saja berdampak terhadap dunia pariwisata Turki.
Sebab, jutaan pelancong Rusia menjadikan
Turki sebagai salah satu tujuan wisata.
Lalu siapa sebenarnya
yang unggul? Sha
Oleh Berbagai
Sumber
Comments
Post a Comment