Collateral Nusantara INDONESIA Bagian IV

 

Sha Mantha


Dalam Perjalanan Indonesia Merdeka

Presiden Republik Indonesia Ke-1, Ir. Soekarno.
Dengan sengaja tidak mengundang Raja-Raja Nusantara dan memberitahukan kepada para ahli warisnya perihal asset Raja Nusantara di abad-17 yang tersimpan di Bank Juchrigh-Jerman.

Kenapa Presiden Soekarno bungkam ?

Sekitar tahun 1950 – 1953

Presiden Soekarno memberikan pelimpahan collateral kepada kolega beserta kerabat Raja-Raja Nusantara dan dihibahkan atas nama pribadi Bung Karno ( Sudah balik nama ).

Sedangkan di Tahun 1954
Sebagian sisa Dana Jaminan tersebut dibagikan dalam bentuk amanah kepada 73 orang Tokoh Negara dan Ulama.

Karena terselip kepentingan “politik praktis” disertai menjamurnya partai-partai politik yang ditandai di Tahun 1955 saat pemilu pertama.

Sekaligus pengangkatan Ir. Soekarno, sebagai Presiden seumur hidup.

Meskipun saat itu pula terjadi;
Penerima “ pelimpahan colateral ” mendapatkan Royalti, namun pemegang amanah tidak mendapatkan Royalti.

Lalu siapakah yang menikmati royalti atas dana coleteral dari Bank Dunia?

Siapa lagi kalau bukan kolega dan keluarga Bung Karno.

Hingga di Tahun 1959-1963

SOEKARNO memulai sebuah keputusan untuk KELUAR DARI PBB dan dalam pidatonya sangat berapi-api yang dengan tegas menyatakan anti imperialisme anti nekolim.

Setelah rupanya, collateral tidak bisa dicairkan yang semula hendak digunakan untuk pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan REPELITA yang telah diprogram, namun dipersulit oleh Amerika.

Amerika yang berkepentingan kemudian membungkam Bung Karno, karena dana coleteral tersebut serta setelah Ir. Soekarno memprakarsai pembentukan Poros Segitiga; Peking-Jakarta-Pyongyang.

Selanjutnya melalui konspirasi dan tipu daya, AS bertindak sebagai dalang atas lengsernya Presiden Soekarno dari takhta pemerintahan tertinggi di Indonesia.

Tiga orang Jenderal terlibat dalam gerakan bawah tanah buatan AS.

Mereka datang dan menodongkan senjata kepada Presiden Soekarno, agar menandatangani SUPERSEMAR.

Dan kemudian dibuatlah tiga Surat perintah tanggal 11 maret, 1 Asli dan 2 palsu.

Sedangkan isi Supersemar yang diubah/dipalsukan, diserahkan kepada Letnan Kolonel Soeharto.

Sementara Letkol Soeharto tidak mengetahui tentang pemalsuan Supersemar tersebut dan menjalankan Supersemar dengan baik dan baru mengetahuinya sekitar tahun 1980-an.

Namun sudah terlambat saat sejarah telah terlanjur dituliskan.

Berlanjut kemudian Pada tahun 1963

Saat ditandatanganinya perjanjian Green Hilton Agreement, yang berisi tentang kesepakatan pengembalian 57.147 ton emas kepada Bangsa Indonesia ( pemilik sah ) melalui pemerintah Republik Indonesia.

Dan di Tahun 1967

Presiden Soekarno akhirnya lengser dan jabatan tertinggi kepemimpinan Negara Kesatuan Republik Indonesia, kemudian dilimpahkan kepada Soeharto sebagai penggantinya.

7 ORANG PEMEGANG SURAT AMANAH

Sekitar tahun 1995, tujuh orang pemegang Surat Amanah dari Soekarno, menghadap Soeharto agar Pemerintah dapat menggunakan Dana Coletral tersebut untuk pembangunan Indonesia.

Tetapi;
Dana Coletral yang ada di Bank Dunia, tidak dapat dicairkan, namun dapat digunakan sebagai jaminan cetak uang.

Dan Soeharto mengajukan ijin utk pencetakan uang Rupiah atas jaminan Dana Coletral tersebut.

Dilakukannya Sidang Moneter Internasional, dengan salah satu agenda untuk membahas rencana pencetakan uang Rupiah oleh pemerintah RI.

Sepuluh negara menolak untuk memberikan ijin (termasuk AS dan sekutunya), dengan sisanya mengijinkan.

Berdasar voting, maka pemerintah RI diijinkan untuk mencetak uang sebesar Rp. 20.000 triliun ( dua puluh ribu triliun rupiah) dengan jaminan lima Coleteral, yangmana; Salah satu Coleteral tersebut adalah milik Kasultanan Cirebon senilai Rp. 13.000 triliun ( tiga belas ribu triliun rupiah).

Namun demikian

AS tidak memberikan ijin, karena khawatir Soeharto akan membangkitkan DUNIA ISLAM.

Karena di tahun 1987 sebelumnya.

Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila sudah mulai merintis dan menggalakkan bantuan untuk pembangunan masjid di seluruh Indonesia.

Terlebih setelah Siti Hardijanti Hastuti Indra Rukmana / Tutut Soeharto, Puteri tertua Soeharto sekaligus Presiden Republik Indonesia ke-II, sudah mulai memakai kerudung dan dianggap sebagai simbol kebangkitan dunia Islam.

Disusul Amerika Serikat yang kemudian

Mencetak uang yang dilakukan di Jerman dan Israel ( dengan pemenang tendernya oleh Australia).

Disisi lain AS dan sekutunya mulai melakukan konspirasi untuk merusak stabilitas Ekonomi Internasional melalui Bank Dunia sebagai pijakannya.

Dan pada Maret 1997

Secara bertahap IDR (Indonesia Rupiah) sudah mulai masuk ke Indonesia serta masih berstatus atas nama Amanah yang ditempatkan di luar gudang Bank Indonesia.

Baru sekitar 9% IDR tersebut yang diregristasi oleh Bank Indonesia, terjadilah Krisis Moneter, karena George Soros melakukan transaksi Pembelian Rupiah secara besar-besaran yang dibayar dengan US Dollar.

Sementara IDR dicetak dalam cetakan uang plastik pecahan Rp.100.000 ( Seratus Ribu Rupiah), dengan tahun cetakan 1997.

Saat itu Soeharto bersiap pada program periode tahun 1998 – 2003 bersama wakil Presiden Try Sutrisno.

Program untuk Tahun 2000

Soeharto telah membuat pondasi sebagai landasan kuat dalam pembangunan tinggal landas untuk take off menuju adil dan makmur.

Dan untuk Tahun 2002
Soeharto baru berencana mengundurkan diri sebagaimana rencana, kelak akan dilanjutkan oleh wakilnya Try Sutrisno sebagai penggantinya.

Namun

Karena merosotnya niai tukar rupiah dan perjanjian Indonesia dengan IMF, pada akhirnya hanya mendorong Indonesia jatuh terpuruk. 

Selain prilaku pengusaha di Indonesia yang mengalami kredit macet. 


Krisis keuangan regional Asia akibat utang masif swasta yang jatuh tempo. 

Penyebab fatal terjadinya rush money akibat ketidakpercayaan pasar dan dunia usaha.

Amerika semakin gencar menata skenarionya hingga antara sadar dan tidak sadar, banyak unsur masyarakat yang sudah masuk dalam tipu daya AS.

Skenario Pasar bebas menyusupi idealisme kebangsaan Indonesia, melalui sistem propaganda, disertai uang dan senjata. Sha

Bersambung.... 








Comments