Sha Mantha |
Penulis: Sha Mantha
Sri Sultan Hamengkubuwana VII Dari Kasultanan Yogyakarta memiliki 3 generasi penerus, yaitu dua orang Puteri dan seorang Putera Mahkota.
Puteri pertamanya bernama Gusti Ratu Timoer Morsoedarinah, yang saat berusia 16 tahun dinikahi oleh Sri Susuhunan Pakubuwana X dari Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan diangkat menjadi Permaisuri, untuk menggantikan Permaisuri Pertama.
Permaisuri pertama Sri Susuhunan Pakubuwana X merupakan Puteri dari Mangkunegara IV, yang saat menikah dihadiahi sebuah Pabrik Gula Colomadu, tetapi karena tidak memiliki keturunan, Ia kemudian diceraikan.
Sri Susuhunan Pakubuwana X juga menikahi kerabat Pura Mangkunegaran Solo yang diangkatnya sebagai selir ke-40 bernama Eyang Luksminto Rukmi, tetapi juga tidak memiliki keturunan dan diberikan warisan kebudayaan berupa ilmu kecantikan milik keputren oleh Sri Susuhunan Pakubuwana X, yang kelak menjadi guru dua wanita pelopor kosmetik Indonesia;
- Mustika Ratu- Moeryati Soedibyo / Cucu Permaisuri
- Sari Ayu - Martha Tilaar
Namun Dunia Mengalami Inflasi Ekonomi Akibat Perang Dunia I
Sebagai bentuk kepedulian terhadap kondisi ekonomi dunia, agar perdamaian tercapai
Maka pada tahun 1918
Sri Susuhunan Pakubuwana X memberikan kontribusi dana sebesar 5.000.000 USD untuk permodalan awal didirikannya Liga Bangsa-Bangsa yang dikemudian hari juga dipergunakan untuk pendirian World Bank.
Liga Bangsa-Bangsa kemudian di ganti menjadi Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Saat berusia 21 tahun, di tahun 1920
Ratu Timur Morsoedarinah akhirnya melahirkan seorang generasi.
Tetapi karena keturunannya adalah perempuan, sedangkan Sri Susuhunan Pakubuwana X mendambakan seorang Putera Mahkota, maka Puteri Mahkota dinamai; Gusti Kanjeng Ratu Pembayun Waluyo binti Malikul Kusno.
Sedangkan Sri Susuhunan Pakubuwana X di tahun 1902 telah memiliki seorang Putera dari seorang selir yang dibuatkannya istana di Tapak Siring Bali dengan nama kecil Kusno, namun karena kerap sakit-sakitan, maka namanya kemudian di ganti dengan Soekarno.
Sementara Puteri kedua dari Sri Sultan Hamengkubuwana VII yang kemudian lebih dikenal dengan Gusti Ratu Timoer kemudian dinikahi oleh Mangkunegara VII dan melahirkan generasi bernama Gusti Kanjeng Ratu Nurul Kamarul Koesoemawardanie.
Gusti Nurul memilih hidup sederhana lalu keluar dari Istana dan menikah dengan seorang tentara dengan seorang putera tertua yang lebih dikenal dengan Mas Aji.
Tak berselang lama
Sri Sultan Hamengkubuwana VII kemudian lengser keprabon dan digantikan oleh Putera Mahkota sebagai penerus takhta bergelar Sri Sultan Hamengkubuwana VIII yang di kemudian hari, memiliki seorang putera dari hasil hubungan gelapnya dengan seorang wanita biasa dan kelak menjadi Presiden Republik Indonesia ke-2 bernama Soeharto.
Sedangkan Putera Mahkota bergelar Sri Sultan Hamengkubuwana IX-di kemudian hari menjabat sebagai wakil presiden Republik Indonesia era orde baru.
Soekarno Saat Muda
Karena kecerdasannya Ia lalu dihadiahi Institut Teknologi Bandung dan di percaya mengurus perusahaan Firma gabungan antara Investor-VOC dan Kasunanan Surakarta Hadiningrat, berpangkat Head Office Company yang dikemudian hari mendapat beasiswa untuk bersekolah ke Eropa.
Menghadapi situasi Bangsa yang tidak aman, Sri Susuhunan Pakubuwana X kemudian menyiasati dengan mengungsikan Puteri Mahkotanya yakni Gusti Kanjeng Ratu Pembayun Waluyo binti Malikul Kusno, yang hidup secara berpindah-pindah di bawah perlindungan Jendral Sudirman dengan membawa seluruh dokumen-dokumen penting milik Kasunanan Surakarta Hadiningrat, titipan dari Sri Susuhunan Pakubuwana X ayahandanya.
Sedangkan untuk menutupi keadaan agar tetap nampak baik-baik saja
Sri Susuhunan Pakubuwana X lalu mengangkat seorang Puteri yang juga Ia namai Pembayun, guna mengatasi himpitan dan incaran pihak-pihak yang sarat akan kepentingan dan ditempatkan di Istana.
Dalam situasi tersebut pula, Gusti Kanjeng Ratu Pembayun Waluyo binti Malikul Kusno kemudian bertemu dengan suaminya yang merupakan seorang Tentara sekaligus pengawal pribadi Jendral Sudirman bernama Raden Mas Wugu Harjo Sutirto, yang lebih familiar dikenal dengan sebutan Mbah Jenggot.
Sedangkan Gusti Kanjeng Pembayun Waluyo binti Malikul Kusno, memilih untuk menutupi identitasnya dengan membuka lembaran baru dengan identitas baru demi menjaga amanah dari Ayahandanya yakni Sri Susuhunan Pakubuwana X.
Dari perkawinan tersebut, lahirlah Bendoro Raden Ayu Kus Warsiyah namun di tahun 1951, bersamaan dengan gugurnya Jendral Sudirman, Raden Mas Wugu Harjo Sutirto turut pula gugur.
Gusti Kanjeng Pembayun Waluyo binti Malikul Kusno, masih teguh menutupi identitasnya bahkan hingga Raden Ayu Kus Warsiyah menikah dan berputera Raden Mas Agus Sutono.
Lalu wafat pada 2011 dan baru membuka tabir dan identitasnya, kepada Raden Ayu Kus Warsiyah setelah kepergiannya.
Sedangkan Pembayun palsu, sempat diintrogasi oleh Soeharto tetapi tidak mampu memberikan petunjuk apapun, lalu disuntik mati dan dimakamkan di Imogiri, sebagai bentuk penutupan jejak sejarah oleh pemerintahan orde baru saat itu, karena Soeharto pun memiliki hak sebagai cucu dari Sri Sultan Hamengkubuwana VII, sama halnya dengan Soekarno yang merasa memiliki hak sebagai Putera dari Sri Susuhunan Pakubuwana X.
Tetapi baik antara Soeharto maupun Soekarno, keduanya bukan sebagai pemilik otoritas atas kekayaan dari Mataraman Islam, melainkan sepenuhnya diberikan kepada Gusti Kanjeng Pembayun Waluyo binti Malikul Kusno sebagai pewarisnya.
Oleh Berbagai Sumber
Comments
Post a Comment