Pusat Bisnis Negara Jawa Setelah tahun 1745

Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat-Sha Mantha


Progres Pembangunan Pakubuwana X 

Sri Sunan Pakubuwana X adalah Raja sekaligus pemimpin Dinasti yang sangat kaya raya di Ibukota Negara Jawa yang dipindahkan pada 1775 oleh Sri Susuhunan Pakubuwana II pendahulunya

Raja penguasa sekaligus pemimpin Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat


Pasar Gede Solo 1935


Misi pembangunan dilakukannya dengan membangun infrastruktur di seluruh Ibukota Negara Jawa


Pasar Gede Solo 2017-Sha Mantha


Dengan Pasar Gede yang dibangun megah dan berdiri sebagai Pusat peradangannya

Imbas dari Agresi Militer Belanda Dan Tiongkok yang terjadi di awal abad pertengahan di Batavia yang juga turut meruntuhkan Ibukota Negara Jawa yang semula berada di Kartasura Jawa Tengah


Benteng Kraton Kartasura Jawa Tengah-Sha Mantha


Setelah Ibukota Negara Jawa resmi dipindahkan dari Kartasura ke Desa Solo Jawa Tengah pada tahun 1745 oleh Sri Susuhunan Pakubuwana II

Tiga tahun kemudian, tepatnya pada 1748

Klenteng Tien Kok Sie, yang semula berdiri di Kartasura sekaligus sarana peribadatan bagi warga Tionghoa


Jln RE Martadinata Solo Jawa Tengah-Sha Mantha


Turut pindah ke Jl. RE Martadinata beserta pusat perdagangannya, menyusul berdirinya Ibukota Negara.

Dan dimanapun pasar / pusat perdagangan berdiri, maka tak jauh dari pasar, masyarakat Tionghoa tinggal beserta bangunan sarana peribadatannya.


Klenteng Tien Kok Sie 1900


Begitu pula bangunan peribadatan Tri Dharma; Taoisme-Khonghucu-Buddha, bernuansa tradisional China yang dibangun di sebelah selatan Pasar Gede Hardjonagoro.

Dan sangat lekat dengan dominasi warna merah segar serta kuning emas disekeliling bangunan.

Pakubuwana X mulai merayakan tradisi syukuran menjelang imlek dengan duduk di bangku berbatu semen di depan kediamannya sembari menikmati teh poci sebagai pertanda perayaan penyambutan tahun baru China segera dimulai.

Tradisi ini di rayakan dengan pagelaran

Grebeg Sudiro, berupa arak-arakan aneka jenis jajanan dan hasil bumi, yang disusun membentuk gunung dan dikenal sebagai gunungan, yang di arak di sepanjang jalan Pasar Gede.

Tradisi ini merupakan hasil akulturasi budaya Jawa dan masyarakat keturunan Tionghoa untuk menyambut Imlek.

Sedangkan, bentuk gunung memiliki maksud dari masyarakat jawa atas rasa syukur pada sang pencipta. 

Puncak dari perayaan ini adalah saat gunungan diletakkan di depan Klenteng Tien Kok Sie 

Disusul dengan semangat masyarakat yang akan berlomba-lomba memperebutkan isi dari gunungan, semakin cepat bergerak maka semakin banyak pilihan jenis makanan yang didapat, maka tradisi ini akan dipenuhi oleh tumpahan manusia yang berlarian menyongsong gunungan begitu diletakkan di atas tanah.


Mengambil Alih Stasiun Kereta Api 


Pakubuwana X Didampingi GKR Mas Saat Peresmian Stasiun Balapan Solo


Stasiun Balapan semula dikelola oleh Staats Spoor yang dirancang khusus sebagai stasiun antar kota dengan rel lebar.

Lalu dikembangkan lagi dengan menambah jalur rel baru untuk melintasi daerah-daerah di sekitar Solo dan dikelola oleh Nedherlan Indich Spoor dengan lebar rel yang lebih kecil dari Staats Spoor yang semula dirancang untuk jarak tempuh yang tidak terlalu jauh menggunakan kereta api berukuran kecil.

Stasiun Balapan dibuat untuk menghubungkan stasiun Jebres, Sriwedari dan Purwosari yang berada di titik strategis karena stasiun-stasiun tersebut melintas di tengah kota dengan jalur rel kereta api di tengah kota Jl. Slamet Riyadi Solo satu-satunya yang masih tersisa di Indonesia. Sha


Dari Berbagai Sumber


Comments