Sha Mantha |
Editor : Sha Mantha
Berkenaan dengan ditetapkannya batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009 lalu Batik Indonesia, resmi diakui oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009 sebagai Intangible Cultural Heritage (ICH) atau Warisan Budaya Tak benda pada sidang UNESCO di Abu Dhabi Dan diperingati sebagai Hari Batik Nasional setiap tanggal 2 Oktober Batik adalah ciri khas suatu keluarga yang ada di wilayah Nusantara Dengan Raja / Ratu, beserta Putri-putri Bangsawan sebagai pelaku pembatikan Sehingga Batik, sejak mula-mula diciptakan hanya diperuntukkan bagi Raja/Ratu Meski produksi Batik, berhasil dalam memenuhi kebutuhan Sandang bagi Putra-Putri Bangsawan di Nusantara Namun Batik dengan motif tertentu, tetap dihormati, sebagaimana marwah seorang Raja, bukan sekedar memimpin pemerintahan tetapi juga mengemban misi perdamaian sebagai Panglima Perang Maka Batik Motif Parang, hanya dikenakan oleh Panglima Perang sejak awal peradaban modern Nusantara Simbol Ratu Adil Pada abad 7M Ratu Shima pemimpin Kalingga, pencetus Tanah Air Ibu Pertiwi pada era MATARAM Kuno
Dengan pusat pemerintahan di ujung Utara Jawa Ia kerap mendapat invasi militer dari Sumatera selain Invasi Mongol, saat pertamakali mendarat di Jawa Tanpa dilalui dengan pertumpahan darah Monggol pergi meninggalkan Kalingga Meski demikian Ratu Shima memotong tangan dan kaki sebelah kanan, sang Putra Mahkota
Hukuman Ratu terhadap Putra Mahkota, berhasil menyelamatkan rakyatnya sekalipun Ia harus mengorbankan Putranya Jika adil hendak dicapai maka hukum tak mengenal hubungan bahkan ikatan apapun Layar terkembang tak lekang surut, pantang menyerah Meski telah putus kaki dan tangan Putra Mahkota, tetapi bukan sebagai pemutus hubungan pertalian darah antara Ibu dengan Putranya Ratu Shima bersama Putra Mahkota, hidup berdampingan dan bersama-sama memperjuangkan kesejahteraan rakyatnya Suatu Ketika Ratu Shima menghadiahkan Batik Parang pada Putra Mahkota Sebagai gambaran masih terjaganya hubungan pertalian darah, antara dirinya dengan Sang Putra Di simbolkan melalui Pola kain bermotif Parang, yang digambar/ dilukis di selembar kain Putih berbahan Sutera yang masih baru Tradisi menghadiahkan Batik Parang, kemudian diteruskan hingga kini sekaligus eksistensi Mataram meski telah berganti sistem pemerintahan Tangkas dan selalu waspada dalam melanjutkan perjuangan, tetap teguh pada nilai-nilai serta cita-cita Ibu Pertiwi Menjunjung tinggi adab, tetap menghormati Leluhur, Kakek Nenek Moyang, Guru serta Bapak Bangsa Dari Berbagai Sumber |
Comments
Post a Comment